Sabtu, 29 Oktober 2016

Sebelum Makan Es krim Baca Ini Dulu, Kuy !

FILOSOFI ICE CREAM


Ice cream? Siapa sih yang nggak tau ice cream .. Rasanya yang bikin semua orang jatuh cinta sama yang satu ini

Tapi sadar nggak ice cream mengandung sebuah filosofi hidup..
Hidup kita ga selamanya bahagia , pasti ada saat saat dimana ketidakbahagaiaan itu datang , lalu dalam hidup juga ada perjumpaan dan pasti diakhiri dengan perpisahan , gampangnya pasangan yang hidup bersama bertahun tahun pun pasti terpisahkan walau oleh kematian, jadi kita harus siap untuk kedua hal itu

 Sama halnya ketika kita makan ice cream , suatu saat ice cream itu pasti akan habis atau mungkin hilang meleleh dan hanya tersisa tangkainya yang mungkin banyak kita sebut sebagai kenangan, tapi kita memang harus siap untuk itu , hal yang paling benar menurut ku adalah , nikmati saja saat saat  bersama sama halnya ketika kita menikmati saat makan ice cream , dan lalu ketika waktunya datang , yasudalah , memang sudah waktunya berpisah sama halnya ketika ice cream kita habis , dan berusahalah mencari kebahagian lainnya , sama halnya ketika kita kembali mencari ice cream lainnya.

Ice cream itu manis karena didalamnya terdapat zat pemanis sehingga banyak orang yang menyukainya mulai dari anak anak hingga dewasa. Sama dengan hidup hidup kita bisa manis jika kita menambahkan pemanis dalam hidup bisa sahabat, pacar ataupun keluarga jadi jika kita ingin bahagia dalam hidup kita harus dekat dengan orang orang yang dapat membuat hidup lebih bermakna.

Sumber : http://khodilatul-aulia.blogspot.com/2016/04/filosofi-ice-cream.html

Dasar Filsafat Indonesia

Dasar Filsafat Indonesia


            Pemikiran Indonesia mempunyai cara berbagai ragam yang mempengaruhinya. Kesukuan disetiap wilayah Indonesia bermacam-macam. Budaya melingkupi cara berpikir manusia Indonesia. Tidak terbayangkan banyaknya perbedaan. Negara mana terbesar dari suku dan bahasa terbanyak? Pastinya di Indonesia. Perlu diingat bahwa orang Indonesia telah mengalami trans budaya yang lebih berkembang. Adanya kesukukan dan pengaruh Portugal, Ingris, Arab, China, Persia, India. Mengapa Indonesia begitu sangat terbuka, dan didatangi oleh dari seluruh penjuru dunia. Alasan cuma satu yaitu, Indonesia adalah surga. Entah spekulasi Plato tentang Atlantis dan setelah diselidiki adalah berada di Indonesia. Surga dalam konotasi yang lebih tepat adalah harapan, kemakmuran, impian, bayangan keindahan. Bisa ditanyakan arti surga untuk bayangan orang Ingris, atau Eropa pada umumnya. 
            Mereka mempunyai perasaan menyenangkan sekali bila menemui matahari. Tidak salah mereka seharian berjemur di pinggir pantai. Mereka merasakan bahwa kehangatan tidak dapat di dapatkan selama setahun. Eropa pada umumnya mempunyai 4 musim, yaitu musim semi, gugur, dingin, dan panas. Pada musim keseluruhannya di malam hari sangat dingin. Jadi di mana bisa menemui panas? Mereka merendam seharian dengan air hangat. Mereka tahu bahwa kondisi badan akan muda sakit. Berendam air panas salah satu yang bisa mereka lakukan. Bayangan tentang surga ada di Indonesia adalah tidak benar bila masuk pada konsepsi kepentingan asing ingin menguasai. Untung saja pemikiran orang Indonesia lebih pintar, walau kepintaran orang Indonesia adalah orang Padang. Mereka suku yang mempunyai filosofi yang menarik. Banyak ungkapan membuat logis-logisme. Mereka tahu cara mereka lebih unggul. Tidak terbayangkan negara sebesar ini tidak ada suku sepintar Padang. Ada singkatan dari setiap Suku Indonesia, Padang adalah,"Pandai Dagang." Merekalah pendiri bangsa ini. Dari nama pendiri negara ini adalah orang Padang yaitu, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, Nasir, Haji Agus Salim, mereka negosiator unggul luar biasa dalam perundingan tingkat tinggi. Negara ini supaya tidak dirugikan dari setiap perjanjian internasional. 
            Ditambah orang-orang Jawa lebih memimpin, ada ungkapan juga mengenai orang Jawa,"Jaga Wibawa." Nyatanya presiden Indonesia adalah orang Jawa. Memang mereka memiliki pembawaan yang santai, senyum walaupun kesal dengan siapapun atau tidak disukainya. Model kepemimpinan orang Jawa lebih langgeng. Terbukti juga sekali orang bukan jawa memimpin cepat sekali digantikan. Faktor budaya mempengaruhi pembawaan politik. Tidak heran Jawa menduduki rengking tertinggi untuk memimpin di Indonesia. 
            Jawa memiliki tata krama yang tinggi. Mereka sudah mempunyai aturan yang sangat sopan. Tindak-tanduk mereka terlihat bersahabat walau tidak menyukai. Budaya mereka sudah secara tidak langsung mengajarkan politik. Perdagangan Jawa tidak terlalu terkenal. Perdagangan maju karena ada budaya China masuk menduduki untuk berdagang, jadilah Cina-Jawa. Mereka sekarang dari sintesis Cina-Jawa dengan adanya perkawinan banyak diantara mereka menjadi konlongmerat. Sintesis Cina-Jawa pertemuan antara kebudayaan membawa perubahan perekonomian. Walau tidak menyeluruh namun Cina-Jawa keturunan memegang kuat perekonomian di Indonesia. Faktor sistesis budaya berhasil menyempurnakan cara berbisnis. Filosofi,"alon-alon asal kelakon." (Pelan-pelan asal dilakukan) Hal tersebut ciri kedaerahan tersendiri. Menciptakan kesungguhan dalam melakukan apa saja. Tidak perlu cepat-cepat, tidak perlu memaksa. 
            Pemikiran Indonesia adalah sistesis budaya multi etnis, antara kedaerahan dan pendatang, Cina, Eropa, Arab. Pada pertautannya membuat cara berpikir menyesuaikan kondisi. Karena tidak ada 100% aliran filsafat tanpa perkawinan ganda di Indonesia. Dari filsuf R.Ngabehi Ronggowarsito dengan penuh sistesis antara Hinduisme, Budhisme, Islamisme dengan menguasai Tasawuf, dan menggabungkannya melahirkan Kejawen. Penyebutan Kejawen disebabkan sistesis budaya pendatang dan keyakinan lokal Jawa. Tokoh Ronggowarsito sudah menjadi rujukan orang Jawa dalam keyakinannya. Walau itu Filsafat Prakemerdekaan Indonesia, pemikirannya masih hidup ditengah-tengah Jawa modernitas sekarang. 
            Perkembangan pemikiran orang Jawa sangat lambat, mereka asik mengolah rasa. Mengolah cara-cara orang tua terdahulu. Mereka selalu menghormatinya dan 'laku' yaitu sikap hanya melakukan untuk sampai pada spiritual tertentu. Manusia harus 'manut' yaitu, manusia ya harus taat, menurut apa yang diajarkan. Berdasarkan ajaran dari turun temurun mendengar dan laku. Memang terlihat setelah Ronggowarsito tidak ada filsuf lainnya, dikarenakan konsep-konsep turun termurun tanpa tulisan. Ditambah tulisan, atau buku itu sangat dijaga. Tidak boleh semua orang boleh melihat, apa memegang untuk membacanya. Oleh sebab itu pemikiran orang Jawa masih asik dengan pemikiran Ronggowarsito. Bila ditanya, apa Filsafat Jawa? Ya hanya Ronggowarsito. 
            Peralihan kerajaan lalu menjadi Negara Indonesia memakan waktu yang sangat lama. Salah satunya perkembangan pendidikan orang Indonesia tidak ada yang terbaik. Orang yang boleh sekolah adalah orang bergelar Bangsawan Keraton, atau seorang anak pedagang yang kaya. Lebih dari itu tidak ada pendidikan pada kaum pribumi. Kalangan Pribumi adalah kalangan buruh, petani, kelas bawah yang tak cocok untuk berpikir. Pemisahan antara kaum jelatah dan kaum bangsawan dimulai dari pemikiran Hindu dengan memberikan kasta atau tingkatan bermasyarakat. Dikenal dengan kaum Sudra, Ksatria, Bharahmana. Sudra yaitu, buruh, pengemis, pelacur. Waisa yaitu, orang pekerja, berdagang. Ksatria, raja, pangeran, putri, pejabat, politikus. Bharahmana adalah orang pemimpin spiritual, orang berilmu, menjadi tempat bertanya. Masih dipakai oleh kalangang orang kerajaan hingga saat ini. Merekalah membuat terjajahnya negeri ini, mereka memelihara kebodohan dimasyarakat dengan sistematis tekanan melalui agama dan budaya.
            Posisi kemasyarakatan kerajaan di Nusantara ketinggalan, dan termakanlah oleh Eropa yang sudah berhasil dalam pendidikan untuk semua warganya. Renainssance sudah pada abad 13-14 berlangsung sedang di nusantara pada pendidikan masyarakatnya masih pendidikan dari orang tua. Pesantren sudah termasuk bagus, namun keilmuan agama keislaman tidak cukup melawan pengaruh Barat. Tidak ada program besar dari kerajaan. Orang Barat pemikirannya pada waktu itu sudah menghasilkan Doktor. Sedang di Indonesia seperti Soekarno, dan Hatta masih belajar pada tahun 1933. Masih perlu pemikiran yang lebih banyak lagi untuk membangun bangsa Indonesia. Soekarno menghasilkan karya "Di Bawah Bendera Revolusi" pada tahun 1960. Buku tersebut tentang pemikiran Ideologi mensintesiskan Nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme. Pemikiran yang masih semangat tentang "ruh perubahan nation atau kebangsaan telah hadir diseluruh negeri." Semangat karena "ruh-ruh" sebuah kebangsaan mesti ada yaitu dengan adanya prinsip kebangsaan bangkit. Hadirlah pemahaman Nasionalisme, namun tidak bisa rasanya hadir sebuah "nation" tanpa adanya keyakinan. Dalam keyakinanlah bahwa kebersamaan itu akan hidup, keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ada di Islam, maka Islamisme juga dibutuhkan untuk membangkitkan negara ini. Karena Tuhan telah dipersatukan dalam negara penuh perbedaan. Indonesia juga membutuhkan perekonomian yang merata, dan tidak ada sikap kelas bawah dan tuan tanah saling menguasai. Rakyat Indonesia harus mempunyai prinsip Sosialisme, sama rata, perekonomian dari rakyat untuk rakyat. Pemikiran Soekarno berkembang, dan mendapatkan perlawanan. Itulah memoar Soekarno memecahkan tradisi orang Jawa yang mendengar dan laku. 
            Lahir juga pada Filsafat Pancasila, namun bagi saya tidak terlalu menarik. Mungkin nantinya akan tuliskan lebih jauh mengenai itu. Pada prinsip lebih akademis ketimbang penganut pada prinsip filsafat tertentu. Pemahaman Filsafat Pancasila adalah pencarian anak Indonesia dalam mempertanyakan Filsafat Indonesia itu seperti apa? Dan bagaimana? Lahirlah konsep Pancasilaisme. Sungguh tidak sangat menarik pada pemikiran. Bila ingin membangun militer, dan bangsa tidak ada artinya. Sebab, proses akhir dari penjelasan tentang Filsafat Pancasila adalah,"bagaimana kemakmuran masyarakat? bagaimana keadilan masyarakat." Rumusan Pancasilaisme adalah makanan para siswa dasar untuk digiring agar negara ini tidak kosong-kosong sekali. Bila tidak ada pemahaman Pancasila lalu mau diajarkan apa? Lebih baik anak-anak itu diajarkan Matematika, supaya tidak ada korupsi. Pernah Plato menuliskan di akademi pada 500 tahun Sebelum Masehi,"Dilarang memasuki pintu ini, selain mengerti Matematika." 
            Memoar Filsafat Indonesia banyak yang saya pernah membaca salah satunya, R. Paryana Suryadira. Beliau seorang dokter pernah menjadi kepala dokter di Rumah Sakit Semarang. Buku yang di tulis,"Alam Pikiran" di dalamnya penjelasan secara bermacam-macam cabang filsafat untuk menjelaskan dengan keberadaan kesadaran tentang Tuhan tertinggi. Tentang manusia berpikir pada alam setan, jin, malaikat, adalah proses berpikir dan berakhir kepada pemikiran tentang Tuhan. Pengaruh akademis mengenai tentang otak yang digeluti menjadi ciri filosofis menarik pada pembacanya. Penyampaian tulisan saya ini diharap dapat membangunkan para pemikiran Filsafat Keindonesian lebih matang.


Makna 17-an

Filosofi Dan Makna Di Balik Lomba Yang Diadakan Pada 17 Agustus


          Beragam permainan yang kerap menjadi lomba 17an kompleks perumahan pada perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia mengandung filosofi yang cukup dalam, selain dari umur lomba tersebut yang sudah cukup lama. Simak ulasan berikut untuk mengetahui filosofi serta maknanya.
          Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus selalu diwarnai oleh berbagai lomba yang seru dan menyenangkan ditambah mengundang keceriaan anak-anak.
          Masyarakat pun begitu antusias ingin memeriahkan perayaan HUT Kemerdekaan RI yang berhasil diperjuangkan dengan cara yang mengasyikan. Beragam permainan yang kerap diperlombakan pada perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia mengandung filosofi yang cukup dalam.

Daftar Lomba 17an Kompleks Beserta Filosofi dan Makna yang Dimilikinya

          Biasanya, di perumahan juga akan mengadakan lomba 17an kompleks yang turut dimeriahkan oleh masyarakat sekitar. Lalu, apa saja lomba 17 Agustus yang memiliki filosofi tertentu? Mari simak maknanya di bawah ini:

1. Panjat Pinang

          Di kompleks perumahan, lomba panjat pinang merupakan salah satu yang paling populer dalam lomba 17an kompleks. Permainan ini berupa sebuah pohon pinang yang tinggi dilumuri oleh pelumas dan bagian atas pohon tersebut disiapkan berbagai hadiah menarik.
          Hadiah-hadiah menarik inilah yang membuat peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon. Filosofi dari lomba ini adalah semangat kebersamaan dan gotong royong dalam mencapai suatu tujuan. Coba saja lihat dari semangat peserta menaiki pohon pinang untuk meraih hadiah tapi dengan kerjasama tim yang kuat.
          Selain itu, lomba panjat pinang mengandung makna yang berarti Bangsa Indonesia yang tidak pernah menyerah meskipun negara berada dalam keadaan krisis. Diharapkan, semua masyarakat bersatu dan berpikir bagaimana cara untuk menaikkan martabat, seperti yang terjadi pada lomba panjat pinang.

2. Tarik Tambang

          Permainan tarik tambang ini masih dimainkan untuk mengajak keluarga-keluarga yang ada di beberapa Rukun Tetangga untuk memeriahkan dan ikut dalam lomba 17an kompleks ini. Permainan ini melibatkan dua regu dengan beberapa peserta, baik lelaki maupun wanita.
          Dua regu bertanding dari dua sisi berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang. Kemudian masing-masing regu menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati garis pembatas. Ini menandakan semangat persatuan bisa membantu mengalahkan lawan.
          Selain itu, tarik tambang mengajarkan adanya kerja keras dan taktik supaya bisa menumbangkan lawan. Hal ini juga memiliki filosofi makna persatuan dan kerja keras bangsa dalam merebutkan “tambang” kemerdekaan secara bersama. 

3. Makan Kerupuk

          Perlombaan yang satu ini juga menjadi populer di kalangan masyarakat. Seringkali bersama keluarga, orang berpartisipasi mengikuti perlombaan ini lantaran keseruannya, walaupun lomba ini sudah berulang kali dimainkan.
          Di lomba ini, para peserta berlomba untuk memakan kerupuk masing-masing dan pemenangnya adalah peserta yang paling cepat memakan habis kerupuknya. Kegiatan ini mengajarkan betapa masyarakat tetap bersemangat meskipun dalam penjajahan dan didera kesulitan pangan, sandang, dan papan, akibat hasil panen utama yang diambil kaum penjajah. Dengan simbol rasa semangat itu juga para masyarakat meghadirkan kembali dalam perlombaan ini sebagai pengingat mereka akan kondisi yang terjadi di masa penjajahan.

4. Balap Karung

          Balap karung merupakan lomba tradisional yang hingga kini masih terkenal dan populer pada perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Pada perlombaan ini aturan mainnya adalah peserta memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung kemudian berlomba sampai ke garis akhir.
          Rakyat pada zaman penjajahan menggunakan pakaian dengan bahan karung goni seperti halnya karung goni yang dipakai saat balap karung. Ini juga merupakan pengibaratan kesulitan yang dialami rakyat selama zaman penjajahan.

Jadi, bisa dikatakan bahwa perlombaan ini memiliki filosofi yang berarti “sesulit apapun keadaan ketika masa kemerdekaan, masyarakat tetap bersemangat meraihnya, walaupun harus dengan jatuh bangun hingga terluka.”

5. Balap Bakiak

          Perlombaan yang satu ini memiliki aturan main berupa peserta menggunakan bakiak besar dengan timnya dan bersama-sama mencapai garis finish dengan cepat. Permainan ini bisa dimainkan bersama keluarga maupun teman-teman saat perayaan lomba 17an kompleks. 
          Balap bakiak ini bahkan bisa dimainkan oleh orang dewasa. Itu berarti, kerjasama akan dibutuhkan pada setiap golongan masyarakat. Apabila Bangsa Indonesia bekerja bersama satu dan lainnya, tujuan juga akan dengan mudah dicapai dengan cepat.
          Selain jenis perlombaan di atas, masih ada beberapa lomba 17an kompleks beserta makna lainnya. Tapi, dari kesemuanya memiliki peran dalam membentuk kebersamaan dan kerjasama antar tim atau masyarakat.
          Hal ini juga ditemukan dalam zaman pra-kemerdekaan. Jadi, dengan mengikuti lomba-lomba ini diharapkan kaum muda dapat mengenang serta menghargai jasa para pejuang yang telah menghadiahi kita Negara Indonesia dengan kemerdekaan seutuhnya.



Aliran dalam Berfilsafat

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
A.    Aliran Progressivisme          
Aliran Progressivisme adalah suatu aliran yang sangat berpengaruh di abad ke-20 ini. Pengaruh ini sangat terasa sekalli khususnya di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan dalam dunia pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran Progressivisme ini. Biasanya aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal –“The liberal road to culture”.[1]  Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme,karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme,Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan (Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)
Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” ataulearning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Sifat-sifat aliran Progressivisme
1)   Sifat-sifat Negatif, dalam artian bahwa, Progressivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk, seperti terdapat dalam agama, politik, etika dan epitemologi.
2)   Sifat-sifat Positif, dalam arti bahwa Progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak lahir.
Maka tugas pendidikan menurut pragmatisme, ialah meneliti sejelas-jelasnya kesanggupan-kesanggupan manusia itu dan menguji kesanggupan-kesanggupan itu dalam pekerjaan praktis.
Perkembangan aliran Progressivisme
     Dalam asas modern – sejak abad ke-16 Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel dapat dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang dalam proses terjadinya aliran pragmatisme-Progressivisme. Dalam abad ke-19 dan ke-20 ini tokoh-tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap dogmatis, terutama dalam agama.
Keyakinan-keyakinan Progressivisme tentang pendidikan
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” ataulearning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulh sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.   
B.     Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.[2] Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan filosof, menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Selain itu juga di warnai dengan pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Imam Bernadib (1981)[3], menyebutkan beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme, yaitu:
1.    Desiderius Erasmus, humananis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain.
2.    Johann Amos Comenius yang hidup diseputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3.    Johann Friederich Herbert yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagais alah seorang murid Immanuel Kant yang berpendapat dengan kritis, herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai ‘pengajaran yang mendidik’.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan hakikat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan.      

C.    Aliran Perennialisme
Perennialisme diambil dari kata perennial, yang artinya kekal dan abadi, dari makna yang terkandung dalam kata itu’ aliran Perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.   
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang kepada masa lampau. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi seorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam arti hidup akalnya. Jadi, akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Prinsip-prinsip pendidikan Perennialisme
     Di bidang pendidikan, Perennialisme saangat dipengaruhi oleh: Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi daripada hukum universal. Maka tujuan utama pendidikan adalah “ membina pemimpin yang sadar dan mempraktekan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan.
     Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu : nafsu, kemauan, dan pikiran. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah ‘kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
Seperti halnya Plato dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Thomas Aquinas adalah sebagai “Usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.    
D.    Aliran Rekontruksionalisme
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
E.     Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme bisa dialamatkan sebagai saanlah satu reaksi dari sebagian terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua.[4] Dengan demikian  Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional.[5] Dengan demikian aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan siuasi sejarah yang dialami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya.
Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum Eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk freedom to, adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya.
Pandangannya tentang pendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve Morries dalamExistentialism dan Education, bahwa ” Eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk”[6]  oleh sebab itu Eksistensialisme dalam hal ini menolak bentuk –bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang.
F.     Aliran  Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).

Debu Pun Berarti

Filosofi Debu



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, debu berarti serbuk halus dari tanah, abu dan sebagainya. Ya, benar demikianlah arti debu di mana pun kita berada. Kebanyakan manusia benci dengan debu. Terlebih lagi jika debu beterbangan dan akhirnya menempel pada tempat-tempat atau benda-benda milik manusia. Namun, itulah takdir yang dibawa oleh debu.

Debu memiliki makna yang luar biasa. Apabila dikaitkan dengan tingkah laku dan sifat manusia adakalanya relevan. Debu juga makhluk hidup seperti halnya tanah karena ia bagian dari tanah yang sangat halus. Awalnya, debu tinggal bersama tanah di mana tempat manusia dan hewan menginjakkan kaki mereka. Keberadaan mereka sungguh hina karena diinjak-injak semua makhluk daratan. Debu akan berhamburan dan menyebar ke seluruh jagat jika angin meniupnya dan mereka menempel di mana pun karena mereka sangat ringan tak berdaya. Kadang mereka dapat membubung tinggi sampai awan karena arus angin yang membawanya. Hal itu, juga menjadi simbol bagi sebagian manusia. Sebaik-baik dan serendah-rendah hati manusia akan menjadi congkak karena terbawa arus lingkungan dan melambung tinggi di antara manusia-manusia yang lain atau sebab peristiwa yang menimpa diri manusia tersebut.

Selain itu, debu juga menjadi simbol orang yang memiliki sifat lembut, namun jika suatu saat mengalami peristiwa yang dianggap tak pantas untuk dirinya, ia akan berkata-kata yang sangat pedas tanpa ampunan. Seperti halnya debu saat mengenai mata yang menjadikan rasa pedih dan memerahkan mata. Tidak pernah menyadari bahwa ia mampu hinggap di mana-mana karena dibawa angin, bukan karena memiliki sayap atau ditakdirkan mampu terbang dengan kesengajaan.

Suatu lambang kerendah hatian manusia terletak di sini. Sejenis dengan tanah, bebatuan, tetapi debu adalah puing-puing dari mereka yang selalu tak pernah dihargai manusia. Kebanyakan orang mencelanya karena debu dianggap membuat semuanya kotor dan menimbulkan berbagai macam penyakit. Padahal, debu adalah makhluk yang lembut, ringan tangan dan semua itu adalah tugasnya. Debu tidak pernah mengenal lelah dibawa ke mana pun oleh angin, selalu mengalah jika ada manusia atau makhluk lain yang melewatinya, menghindar dan menghambur hormat dengan menempel di mana debu bisa singgah.

Manusia selalu tidak menyadari bahwa sebenarnya sangat membutuhkan debu di saat-saat tertentu. Bagi mereka yang beragama Islam sangat membutuhkan debu ketika mereka dilarang terkena air oleh petugas kesehatan atau ketika kekeringan melanda, mereka butuh debu untuk bertayamum.

Ketika debu itu dihina dan dicaci manusia, mereka tidak pernah sedikit pun marah atau murka dengan orang yang memakinya. Debu selalu mendengarkan dan melihat apa saja yang dilihat dan didengarnya. Debu tidak memiliki rasa pendendam sedikit pun.

Dari kisah debu tersebut dapatlah dikaitkan dengan sifat-sifat yang ada pada manusia. Debu itu seperti manusia yang berilmu dengan kerendahan hatinya, yang tunduk dan hormat dengan siapa saja dan tak mengenal itu kaya miskin atau bangsawan. Lambang dari sifat halus dan kelembutan hati manusia, mendengarkan ketika dinasihati dan mengalah ketika ada orang yang angkuh padanya. Diam dan tenang adalah senjata terampuhnya dalam menghadapi kekacauan hidup. Debu itu penolong orang yang akan bersuci untuk menghadap ke Tuhan Yang Maha Esa.

Mengamati hal-hal tersebut, jadilah manusia yang memiliki sifat penolong, lembut hati, rendah hati, patuh, hormat, dan tidak pendendam kepada siapa pun, entah itu manusia ataupun makhluk lainnya. Teladanilah sifat baik para debu karena debu adalah bagian tempat di mana kita dapat berjalan dan bersujud. Inilah Filosofi Debu.


IBU !!

Filosofi Hidup Seorang Ibu



            “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS An Nisaa’ [4]:36)

            Suatu ketika di tahun 1976, langkah seorang anak dan ibunya terhenti di depan etalase sebuah toko mainan. Penglihatan si anak tertuju pada sebuah mainan yang sangat menarik hatinya. Sang Ibu membiarkannya untuk melihat sepuasnya tanpa ingin mengajaknya masuk ke dalam toko tersebut. Timbul keinginan si anak untuk memintanya kepada sang Ibu, tapi ia amat mengerti keadaan keluarga mereka yang pas-pasan. Dalam usianya yang baru menginjak 7 tahun, si anak telah biasa hidup dalam keadaan prihatin. Ayahnya hanya seorang pegawai BUMN biasa dan peran sang Ibu dalam menanamkan dilai-nilai kesederhanaan selalu terpatri dalam benaknya. Ketika akhirnya sang Ibu mengajaknya untuk berlalu, si anak berkata kepada ibunya,

            “Kalo Mamah nanti sudah dapat arisan, belikan mainan yang itu yah Mah. Itupun kalo uang arisannya masih ada sisa, kalo ngga ada ya ngga apa-apa.”
            Permintaan lirih si anak membuat mata sang Ibu berkaca-kaca dan mampu untuk menggerakkan langkah sang ibu memasuki toko tersebut. Sang Ibu membayar mainan tersebut yang ketika itu berharga Rp3.000,- sembari berkata pada si anak,
“Jaga baik-baik ya Nak. Doain Mamah biar dapat arisan hari ini.”
Dari toko tersebut, mereka menuju sebuah rumah dimana acara arisan di gelar. Sang Ibu berkata pada bendahara arisan bahwa uang arisan yang seharusnya disetor Rp15.000,- masih kurang Rp3.000,- Sang Ibu berjanji untuk melunasinya minggu depan.
Tiba saat pencabutan nomor, ternyata sang Ibu yang mendapat giliran tarikan bulan ini. Ia memperoleh Rp300.000,- Dengan serta merta ia memeluk si anak dan berkata,
“Nak, Alhamdulillah, doa kamu dikabulkan Allah. Ibu sangat berterima kasih pada kamu”
Si anak yang masih belia itu hanya dapat bersyukur dalam hatinya. Ia telah dapat membahagiakan ibunya walau awalnya ia telah menyusahkan sehingga sang ibu tidak dapat membayar lunas uang arisannya.
            Pada suatu ketika di tahun 2006, di ruang tunggu ICCU sebuah rumah sakit megah di Jakarta, si anak sedang menunggu  sang Ibu  yang terkena serangan jantung. Pada jam 2.00 dini hari, seorang perawat memanggilnya untuk masuk dan bertemu dengan dokter spesialis jantung yang menangani sang Ibu. Dokter tersebut menyampaikan bahwa kondisi sang Ibu dalam keadaan stabil dan akan dipindah ke kamar. Seorang perawat mengarahkanya untuk menuju kasir dan membayar uang jaminan bagi kamar yang akan ditempati sang Ibu. Ia berusaha memilih yang terbaik bagi sang Ibu             dan membayar uang jaminan kamar sebesar Rp7 jt.
Ketika mereka sudah berada di kamar rawat inap tersebut, sang Ibu memeluk si anak dan berkata,
” Terima kasih, nak. Kamu sudah memilihkan kamar yang baik buat Mamah, walaupun kamar ini  terlalu besar buat Mamah tempati.”
Si anak tersenyum dan berkata, “Tidak apa-apa Mah, yang penting Mamah cepat sembuh. Mohon doa, agar Allah memberi keluasan rezeki serta usaha saya dilapangkan oleh Allah.”
Jam 9.00 pagi hari itu juga, seorang kepala cabang sebuah Bank Syariah terbesar di tanah air menghubungi si anak. Pinjaman yang diajukannya lebih dari sebulan yang lalu telah disetujui. Ia diminta datang ke Bank tersebut secepatnya untuk menandatangani berkas-berkas menyangkut hal tersebut. Jumlah pinjaman yang disetujui adalah Rp700jt. Si anak yang saat itu masih berada di rumah sakit, langsung memeluk sang Ibu dan berkata,
“Alhamdulillah, Mah. Allah telah mengabulkan doa Mamah. Allah cepat sekali membalas kebaikan yang telah saya buat untuk Mamah.”
            Kini di tahun 2012, ketika si anak sedang bersimpuh diantara rakaat-rakaat tahajudnya di sajadah warisan sang Ibu  jauh di tengah malam yang sunyi, dua kisah di atas kembali terlintas dalam benaknya. Ikatan bathin yang ada diantara ia dan Ibunya begitu indah terjalin dan menjadi sumber kebaikan yang tak akan habis bagi keduanya.  Disamping itu, Sang Ibu telah mengajarkan sebuah filosofi hidup yang tak akan pernah ia lupakan. Sang Ibu mengajarkan kepadanya,

“Ingatlah bahwa kita selalu hidup diantara dua waktu shalat. Allah memberi keleluasaan kepada kita untuk melakukan segala aktivitas: Kita bekerja, berusaha, menuntut ilmu, beristirahat dan segala hal yang dapat kita lakukan, tapi ketika waktu shalat telah tiba, tinggalkan hal itu semua untuk menghadap kepada-Nya dengan tulus dan ikhlas.”
Genangan airmata mulai membasahi wajah si anak seiring derai air hujan yang terdengar perlahan turun malam itu. Kini sang Ibu hidup berpisah alam dengannya. Lima tahun yang lalu Allah Azza wa Jalla memanggil sang Ibu. Tiada warisan yang lebih berharga daripada filosofi hidup yang telah diajarkan sang Ibu kepadanya dan sebuah sajadah yang kini selalu dipakai si anak dalam beribadah kepada Rabb-nya. Ia mengangkat tangannya dan berdoa,
            “Ya Rabb, begitu banyak kebaikan yang telah diberikan oleh Ibuku. Ampuni segala dosanya, balaslah segala kebaikan yang telah ia berikan kepadaku dengan balasan yang berlipat ganda dan tempatkan ia disisi-Mu bersama dengan hamba-hamba Engkau yang shaleh”
            Dari Abu Hurairah ra“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Yang fakir kepada ampunan
Rabb-nya Yang Maha Berkuasa
M. Fachri

Sumber : https://mohammadyasserfachri.wordpress.com/2012/04/14/filosofi-hidup-seorang-ibu/