Senin, 26 September 2016

Filosofi Permainan Catur

 Filosofi Unik Dari Catur Untuk Motivasi Hidup
1. hal yang sangat sederhana misalnya, dalam catur jika sudah memegang buah sendiri, buah itu wajib atau harus dijalankan (selama masih mungkin), atau jika buah lawan yang dipegang, buah itu wajib dimakan atau dipukul (selama masih mungkin)…….filosofinya identik dengan jika kita sudah berucap, maka seharusnya dikerjakan selama hal itu masih mungkin dilakukan……..alias konsisten dengan kata-kata kita sendiri…………
2. “jangan pernah meremehkan orang meski orang tersebut kelihatan tidak berarti”……… ini ibarat pion, kelihatan biasa, tak berarti, sering dipandang sebelah mata, dan sering diremehkan perannya dalam permainan, akan tetapi jika kuat menghadapi cobaan hingga petak terakhir bisa promosi bidak berubah menjadi jauh lebih hebat seperti menteri, kuda, gajah, atau pun benteng……sama halnya dengan kehidupan kita, walaupun kita “kecil” tetapi jika berusaha dan kuat menghadapi cobaan yang ada hingga akhir, nanti kita bisa menjadi sesuatu yang “besar”…….
3. dalam catur posisi skak adalah posisi dimana kita terjepit untuk melangkah……..dalam kehidupan kita sering mengalami hal-hal yang membuat kita terjepit…..dihadapkan pada pilihan2 yang sama2 sulit, maka disinilah letak kejelian kita untuk menentukan sikap dalam masa2 sulit, satu sikap yang benar2 bagus…….sikap dan keputusan yang bijak dan bermanfaat untuk langkah selanjutnya, menentukan solusi jitu untuk keluar dari masa sulit dalam hidup ini ibarat permainan catur dalam posisi skak…….
4. strategi yang harus dilakukan ketika kita mengorbankan salah satu sisi “kekuatan” kita, harus sebanding atau bahkan melebihi hasil yang Anda dapatkan…….jangan sampai mengorbankan sesuatu, namun mendapatkan hasil yang lebih kecil dari apa yang kita korbankan…..sama halnya dengan kombinasi dalam catur…..berkorban demi mendapat keuntungan yang lebih besar, tentu saja dengan perhitungan yang matang, tidak asal berkorban……
5. dalam catur, hasil akhir yang dicapai adalah mengalahkan raja lawan. untuk itu tidak bisa dilakukan hanya dengan satu atau dua langkah. akan banyak sekali langkah langkah yang harus untuk mencapai kemenangan itu. bisa jadi untuk mendapatkan tujuan itu kita harus berani berkorban salah satu prajurit. intinya, tidak boleh hanya berfikir untuk hari ini saja. harus berfikir untuk masa depan yang mungkin masih jauh, karena apa yang kita lakukan pada hari ini akan sangat menentukan hasil yang kita dapatkan nantinya. (armen einsten)
6. dalam catur ada posisi yang namanya skakmat, dalam dunia nyata juga ada yang namanya skakmat, seperti sakit parah, usaha gulung tikar dan sebagainya. Sikap yang perlu diambil setelah mengalami skakmat adalah sikap pasrah tanpa berputus asa. Jika sakit parah maka pasrah kepada sang pencipta, sambil terus berusaha mencari kesembuhan. Jika bangkrut maka pasrah dan ikhlas dan mau belajar dari pengalaman masa lalu, tanpa putus asa hingga bisa bangkit kembali. (bram)
7. catur adalah satu kesatuan..dimana antara posisi yang satu dan lainnya memiliki ikatan yang kuat..sehingga di dalam hidup sehari hari kita butuh orang lain dalam melangsungkan hidup kita..tanpa orang lain kita tidak dapat hidup sendirian.
8. Dalam permainan catur, tercermin kepribadian sang pemain. Jika permainan melulu bertahan dan pasif, mengindikasikan karakter pemain adalah orang yang tenang, cenderung mengikuti arus, nrimo, apa saja yang ada itulah yang diterima. Ada tipe pemain yang menyerang, penuh petualangan. Ini menunjukkan seorang berkepribadian yang dinamis, kreatif dan penuh perjuangan. Cuma ada perbedaan kecil pada tipe pemain seperti ini, ada yang sembrono, cepat bertindak tapi kurang perhitungan, sehingga resiko sangat besar untuk gagal. Sedangkan bagian yang lain, walaupun dinamis dan kreatif, tetapi tetap waspada dan menghitung langkah dengan seksama, ini yang lebih baik. Berani berkreasi dan aktif dalam membuat terobosan, tetapi juga berhati-hati dalam menguji inisiatif tersebut. (Ramdani Tohir

Minggu, 25 September 2016

Filosofi Guru

Guru dalam pepatah Jawa diartikan sebagai seseorang yang dapat digugu dan ditiru. Kalimat tersebut sudah tidak asing bagi kita semua, di Oleh Karena itu, konsep Guru yaitu dapat digugu dan ditiru merupakan gabungan dari unsur perkataan dan perbuatan yang singkron, sehingga guru sejati adalah seseorang yang dapat dijadikan contoh baik dalam perkataan maupun perbuatannya.gugu mempunyai filosofi bahwa seorang guru dapat digugu/dipercaya dalam hal ini yang berkaitan dengan perkataan seorang guru dapat dipegangi sebagai ucapan yang membenarkan sesuatu yang benar dan menyalahkan sesuatu yang salah. Guru yang dapat digugu merupakan guru panutan baik untuk diri sendiri maupun masyarakat. Ditiru merupakan sesuatu yang dapat dijadikan contoh atau tauladan. Guru dapat ditiru berarti semua tindakan guru dapat dijadikan contoh khususnya bagi peserta didik. Contoh atau tauladan merupakan pembelajaran yang sangat baik dan efektif, karena dengan contoh tersebut orang lain akan belajar dengan sendirinya tanpa disadari.
Guru. Siapa yang tak kenal kata ini. Sejak kita masih balita, kita sudah mulai berkenalan dengannya. Tidak dapat dipungkiri, guru memegang peranan penting dalam karir hidup kita. Hal ini dapat terlihat di sekitar kita, dimana kita dapat dengan cukup mudah membedakan orang yang berpendidikan dengan yang tidak. Mungkin dari cara pandangnya, caranya mengatasi masalah, bahkan bisa jadi dari caranya berpakaian pun terlihat perbedaan, maa yang merpendidikan dan tidak. Orang yang tidak berpendidikan menyelesaikan masalah dengan mempelajari pengalaman hidup dan naluri. Namun, berbeda dengan orang yang tidak berpendidikan, orang yang berpendidikan mengatasi masalah denga tools yang lebih lengkap, yaitu dengan mempelajari pengalaman hidup, naluri, serta ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan inilah yang menjadi pembeda. Ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pendidikan, bagaimanapun jenis pendidikan itu. Disinilah peran seorang Guru menjadi sangat vital. Guru berperan sebagai fasilitator, sebagai orang yang wajib bisa menjawab apa saja yang ditanyakan oleh muridnya, dan tentunya sebagai pengayom, pemberi kasih sayang bagi muridnya, serta sebisa mungkin menjadi orang tua kedua bagi murid muridnya.
Ketika seseorang sudah tidak takut pada orang lain sekalipun orang lain itu adalah orang tuanya sendiri, maka sosok yang paling tepat untuk “menaklukan” orang tersebut tak lain dan tak bukan, adalah seorang Guru.
Kenapa guru? Mungkin pertanyaan itu akan muncul dalam benak anda. Guru adalah sebuah katalisator ilmu. Seperti pada sebuah reaksi kimia, katalisator memegang peranan dalam kecepatan reaksi. Katalis tidak akan berubah bentuk selama reaksi, namun efeknya sangat terlihat pada hasil reaksi. Setiap orang pastinya memiliki kemampuan untuk belajar, yang menjadi pembeda adalah waktu yang dibutuhkan setiap orang untuk memahami suatu permasalahan dan memecahkanya. Disini guru mengambil peran katalis tersebut. Guru mengarahkan siswanya untuk lebih cepat memahami suatu permasalahan, dan kemudian memecahkannya. Disini guru sudah menunjukan bahwa dia adalah orang yang berilmu, melebihi ilmu yang dikuasai oleh siswanya. Dari sini rasa hurmat akan muncul. Sebandel apapun seseorang, selama seorang guru tetap mampu memposisikan dirinya lebih “pintar” dari orang itu, selama itu pula rasa hormat akan tetap terpatri dalam hati orang itu. Dan ketika rasa hormat sudah didapat oleh seorang guru, seorang guru bisa menanamkan pengaruhnya pada anak itu. Disinilah peran guru sebagai orang tua kedua harus dijalankan. Guru sebisa mungkin memposisikan diri sebagai sahabat sekaligus orang yang terhormat dihadapa siswanya. Ketika kita dapati tindakan yang tak sepantasnya dilakukan oleh seorang siswa, guru bisa mengambil tindakan represif, seperti dengan bentakan dan mungkin sedikit pendekatan “fisik” yang tak menyakitkan seperti hukuman, dan lainnya. Guru tak hanya menjadi pengajar di kelas yang memberikan deretan persamaan, logika, dan kompetensi lainya. Lebih dari itu guru ikut serta menjadi bagian dari mekanisme kontrol sosial masyarakat. Menjadi role model yang disenangi oleh siswanya, dan tentunya ikut menjauhkan siswanya dari pengaruh buruk lingkungan modern yang saat ini mengancam perkembangan kejiwaan siswa siswanya.

Filosofi Air

Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.”
(Ar-Ra’d: 17)
Allah mengumpamakan yang benar dan yang bathil dengan air dan buih atau dengan logam yang mencair dan buihnya, yang benar sama dengan air atau logam murni, yang bathil sama dengan buih air atau tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia. Masih banyak lagi Allah menyatakan karunia air bagi kehidupan dunia dalam Al-Quran
Air adalah unsur dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Mengalir, beriak, bergelombang dan menjadi sumber kehidupan dari segala hal yang hidup. Air adalah Ibu dari segala fenomena alam pun sering dijadikan sebagai paradoks kehidupan umat mausia.
Hiduplah seperti air. Mengalir dan bergelombang dengan tenang. Menjadi sumber kehidupan segala hal yang hidup. Tetapi, harus hati-hati dengan air, sebab jika air dibendung, ia mampu meratakan apapun yang dilewatinya. Hiduplah seperti air yang membentuk sesuai wadah air itu sendiri.
Terdapat enam sifat dasar air yang sering kali dijadikan sebagai salah satu sumber pengalaman dan pengetahuan bagi manusia yang umumnya dilakukan oleh ahli filsuf.
Pertama, Air selalu mengalir menuju tempat yang rendah.
Hal ini dapat di analogikan dengan sifat manusia yang selalu rendah hati. Semakin banyak ilmu, semakin banyak memberi dan selalu ingin memberikan manfaat terhadap lingkungan yang dilaluinya.
Kedua, Air selalu menempati segala jenis ruangan.
Sifat kedua ini sering disebut Flexible. Hal ini bukan menandakan bahwa air itu tidak konsisten atau tidak punya pendirian karna selalu mengikuti bentuk wadah mereka. Sifat ini membuktikan bahwa air mampu beradaptasi dengan sangat baik.
Ketiga, Air selalu mencari celah untuk menuju tempat yang lebih rendah.
Hal ini mencerminkan ketegasan dan pantang menyerah dalam berbuat kebaikan. Air yang telah mengalir ke tempat tujuannya tidak akan pernah mundur lagi Akan tetapi tegas bukan berarti keras, terbukti dengan kemampuannya yang dapat melubangi batu besar hanya dengan tetesan demi tetesan yang tidak sekeras batu dan tetesan yang tidak menyakitkan. Ini juga menggambarkan sifat yang tidak pernah lelah dan bosan untuk menggapai sebuah impian.
Keempat, Air selalu menyejukkan dan memadamamkan.
As we know, kebakaran tidak dapat dipadamkan dengan api. Sama halnya dengan permasalahan yang dihadapati dengan kepala panas, will be nothing bahkan bertambah ruwet. Hal inilah yang diajarkan oleh air yang selalu menyejukkan segala hal. Orang yang sedang panas (emosi) harus dihadapi dengan kepala dingin dan hati yang sejuk.
Kelima, Air dapat melembekkan tanah.
Artinya, sifat air yang satu ini dapat melembutkan hati yang keras, merilexkan suasana yang tegang dan tidak nyaman, mengatasi fikiran yang bingung dan melembekkan segala permasalahan.
Terakhir, Air selalu mengalir ke muara.
Tak peduli seberapa jauh jaraknya dari muara, air pasti akan tiba di sana. Bukan gambaran hidup pasrah dan serampangan, akan tetapi justru kita diajarkan untuk hidup fokus dan konsisten pada visi dan tujuan dengan waktu tempuh yang panjang dan hambatan yang beragam menuju muaranya.
(http://ezyani93.blogspot.co.id/2015/06/filosofi-air.html?m=1)

Senin, 19 September 2016

Filosofi Ureung Aceh

Filosofi Ureung Aceh

29 Maret 2010 03:11:00
Diperbarui : 26 Juni 2015 17:08:11
Dibaca: 2,043 Komentar: 18 Nilai: 0
Orang Aceh akrab dengan sastra. Mereka memiliki kedekatan dengan pengajaran-pengajaran reliji. Walaupun, secara praktik, mereka tetap sebagai manusia. Dalam arti sebagian begitu teguh dengan begitu banyak pelajaran kebaikan yang diajarkan sejak kecil, tetapi sebagian juga bangga menjadi 'manusia', sebab manusia tidak perlu repot untuk jauh dari kesalahan, alasannya kesalahan itu manusiawi. Filosofi Ureung Aceh yang ingin saya angkat berhubungan dua benua tipikal karakter orang Aceh. Umumnya, di mana-mana, di hampir setiap wilayah Aceh, khususnya di daerah-daerah yang memang masih kental dengan keacehannya. Filosofi itu sudah diajarkan dari sejak kecil. Bahkan dari sejak kecil, seorang anak ureung Aceh akan diperdengarkan hikayat-hikayat sahabat Nabi. Akan dilantunkan Ibu dan Ayahnya tentang cerita-cerita epos yang dinyanyikan. Kalau pengalaman saya pribadi, tidak terlalu ingat saat itu sudah berusia berapa, tetapi saya masih bisa mengingat jelas ketika itu badan kecil saya berada dalam ayunan dengan sebuah kompeng di mulut. Ibu dan Nenek saya kerap mengayun-ayun ayunan yang menjadi tempat saya tidur sambil membaca shalawat dalam Bahasa Aceh dan cerita-cerita hikmah, sampai saya terlelap. Mencoba menaksir, itu saya alami saat berusia 3 tahun. Jika anda menggunakan logika,"ah, 3 tahun mana mungkin pengalaman dalam usia begitu bisa membekas kuat." Mungkin anda benar.

***

Filosofi itu diajarkan berupa lantunan cerita:"Cut poe Fatimah, aneuek Sang Nabi. Putroe rasuli inoeng sayyidina Ali. Hasan ngoen Husen cucoe di Nabi, nyeung ba ileumee dari tutoe Nabie....." (tidak saya terjemahkan karena cita rasa bahasa yang berbeda).

Cerita itu bisa sampai demikian panjang. Tidak hanya dalam ayunan. Dalam orolan sehari-hari juga, jika itu melibatkan orang tua dan anak-anak atau pemuda. Berbagai hadih maja (pepatah Aceh) akan meluncur dari lidah orang-orang tua. Dan itu sebagai nasihat untuk kemudian menjadi prinsip bagi anak muda yang memang cenderung rentan.

Beberapa dari yang masih sangat saya ingat:

- Bek groep guda, grep lee cangguk. (Terj: Jangan kuda melompat, katakpun ingin melompat seperti kuda).

Satu sisi peribahasa ini menyiratkan pesimisme. Tetapi kalau dilihat dari perspektif agama, ini merupakan pelajaran untuk selalu jujur mengukur diri sendiri. Sehingga, objektifitas mengukur diri sendiri itu menjadi daya untuk membuat seorang aneuk Aceh bisa mendapatkan hidup yang baik.

- Pakiban ue meunan minyeuk. (Ter: Minyak kelapa ditentukan seperti apa kelapanya).

Ini menjelaskan tentang begitu pentingnya peran orang tua. Betapa, tanpa ada keseriusan, sikap penuh hati, anak-anak mereka tidak akan bisa tumbuh orang yang baik. Sebab orang tua juga yang pertama sekali mewarnai anak-anaknya. Peribahasa ini sering menjadi nasehat untuk anak muda yang ingin menikah sebagai landasan filosofis agar saat sudah berumah tangga benar-benar memperhatikan persoalan pendidikan anak.

- Jak ubee leuet tapak, duek ubee leuet punggoeng. (Terj: Berjalan sesuai dengan kemampuan kaki, mengambil tempat duduk sesuai kebutuhan saja).

Menjelaskan tentang keharusan untuk menghindari keserakahan dalam hidup. Sebab, selalu bijak dalam menyesuaikan segala sesuatu diyakini menjadi awal untuk membuat hidup lebih berkah. Jangan mengambil yang bukan hak, dan tidak rakus dalam hidup. Ambil setiap sesuatu hanya sesuai kebutuhan. Ini bertujuan agar anak-anak Aceh bisa terhindar dari keresahan akibat dari keserakahan.

[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan



  1. Filsafat Seni
  2. Keberagaman dan Pengelompokan Ilmu pengetahuan
  3. Pembagian Cabang Filsafat
  4. Terjadinya Pengetahuan
  5. Kegunaan Filsafat
  6. Asal Filsafat
  7. Ciri-Ciri Filsafat
  8. Pembagian Logika
  9. Metode Filsafat
  10. Permasalahan Ide Berkaitan Dengan Ide Dasar
  11. Apakah Guru juga Filsuf ?
  12. Pembagian Filsafat
  13. Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
  14. Alam Semesta yang Matematis
  15. Beberapa Cabang Umum Filsafat, Etika
  16. Beberapa cabang Umum Filsafat, 
  17. Beberapa Cabang Umum Filsafat, Epistemologi
  18. Kekeliruan Karena Penggunaan Bahasa
  19. Revolusi Digital
  20. Daya Tarik Filsafat
  21. Cara Mendapatkan Kebenaran
  22. Arti Benar
  23. Beberapa Pertanyaan Mendasar dalam Filsafat
  24. Seputar filsafat
  25. Pertanyaan Immanuel Kant
  26. Filosofi Ureung Aceh
  27. Filosofi Air
  28. Filosofi Guru
  29. Filosofi Permainan Catur
  30. Bagaikan Sebuah Cermin
  31. Kelapa Si Sejahtera
  32. Apalah Arti Pohon Bambu
  33. Filosofi Gerakan Shalat dalam Sehari - Hari
  34. Si Manis Kucing
  35. 10 Rahasia dan Filosofi Angka Nol
  36. Filosofi Bilangan Pecahan Antara Pembilang dan Penyebut
  37. Filosofi Bahasa Indonesia
  38. Filosofi Sebuah Bahasa
  39. Filosofi Sebuah Pensil
  40. Filosofi Shalat Dhuha
  41. Filosofi Sebuah Lilin
  42. Satu dan Nol adalah Pasangan yang Baik
  43. Filosofi Garuda Sebagai Lambang Negara
  44. Kehidupan Anggrek dan Filosofinya
  45. Filosofi Keindahan Bungan Tulip
  46. Belajar Dari Bunga Sakura
  47. Filosofi Bunga Daffodil
  48. Arti dan Makna Bunga Daisy
  49. Arti dan Filosofi Bunga Matahari
  50. Filosofi Golok Cilegon
  51. Arti Batik Kota Cilegon
  52. Arti Semboyan Madani
  53. Arti Lambang Kota Serang
  54. Makna Lambang Banten
  55. Filosofi Lukisan
  56. Kumpulan Mitos dan Fakta Seputar Tidur
  57. 50 Mitos Pamali di Indonesia
  58. 44 Mitos yang Terkenal di Indonesia
  59. Filsafat Islam Kontemporer
  60. Inspirasi dari Filsafat Rasul Allah
  61. Filosofi Rumah Gadang
  62. Filosofi Rumah Joglo
  63. 5 Makna Simbolik pada Pakaian Adat Wanita Minangkabau
  64. Filosofi Bencana
  65. 3 Filosofi Bangunan Tahan Gempa yang HArus Di Ikuti
  66. Cantik Luar Dalam
  67. Daun Gugur Tak Membenci Angin
  68. Filosofi Hidup Antara Kebaikan dan Kejahatan
  69. Filosofi Manusia Hidup di Dunia
  70. Ayah !
  71. Ibu !!!
  72. Debu pun Berarti
  73. Aliran dalam Filsafat
  74. Makna 17-an
  75. Dasar Filsafat Indonesia
  76. Sebelum Makan Es krim Baca Ini Dulu, Kuy !
  77. Alfalsafah Aula
  78. Dalil Adanya Tuhan
  79. Aliran dalam Filsafat Pendidikan
  80. Filsafat sebagai Ilmu Berfikir
  81. Filsafat tentang Jiwa
  82. Hubungan Ilmu dengan Filsafat
  83. Rene Descartes
  84. Hati Hati Menjaga Hati 
  85. Bagaimana Cara Kita Berfilsafat?
  86. Keseimbangan Akal dan Hati
  87. Manusia dalam Pandangan Filsafat
  88. Realita Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
  89. Manusia (?)
  90. Fungsi Pendidikan yang 3
  91. Perbandingan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
  92. Mengenali Diri dan hakikat
  93. Arti Hakikat Manusia
  94. Contoh Penggunaan Ilmu Logika dalam Filsafat
  95. Akal dan Hati pada zaman Yunani Kuno
  96. Akal dan Hati pada Zaman Pasca Modern
  97. Contoh Penggunaan Ilmu Logika dalam Filsafat
  98. Akal dan Hati pada zaman Yunani Kuno
  99. Akal dan hati d Jalur Timur
  100. Akal dan Hati pada Zaman Pasca Modern
  101. Filsafat Ilmu
  102. Filsafat Barat dan Timur
  103. Filsafat Zama Purba
  104. Filsafat Pertengahan
  105. Epistemologi Sains
  106. Kajian Filsuf Terhadap Kebenaran
  107. Siapa Manusia Itu ?
  108. Empirisme Kuasi
  109. Pengujian Lebih Jauh Tentang Aliran Filsafat
  110. Wilayah Filsafat Matematika
  111. Bagaimana Hubungan Anda dengan Pencipta?
  112. Apa Tujuan Anda dan Bagaimana Hubungan Anda dengan Sesama?
  113. Dimana Anda Semestinya?
  114. Siapa Diri Anda
  115. Bertanya secara Filosofiah
  116. Darimana Kita Berasal dan untuk Apa kehidupan anda?
  117. Tujuan Pendidikan Suatu Tinjauan
  118. Tujuan Pendidikan Matematika
  119. Teori Mengajar Matematika
  120. Teori Matematika Global
  121. Teori Keanekaragaman Sosial dalam Matematika
  122. Sosiologi Matematika
  123. Pandangan Matematika Bebas dan Nilai
  124. Pandangan Bahwa Belajar Matematika Bersifat Hierarki
  125. Pandangan Absolutis dalam Pengetahuan Matematika
  126. Objektifitas dalam Matematika
  127. Negosiasi Sosial dalam Pembentukan Pikiran
  128. Matematika adalah Sembarang
  129. Matematika adalah Relatif
  130. Logicsm
  131. Konstruktifisme Sosial
  132. Mengasumsikan Bahasa Alam yang Unik
  133. Hakikat Ilmu Pengetahuan Matematika
  134. Formalisme
  135. Filosofi Matematika Pribadi
  136. Filsafat Matematika
  137. Catatan Sejarah Pembentukan Matematika
  138. Asal Usul Pengetahuan Matematika


Senin, 12 September 2016

Pertanyaan Immanuel Kant

 Kant merupakan tokoh besar dalam filsafat modern. Filsafat Kant disebut juga kritisisme, karena ia berusaha mensintesiskan secara kritis antara Empirisme oleh Locke dengan Rasionalisme dari Descartes. Kritisisme Kant dimulai dengan menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio.
 Immanuel Kant berusaha mencari jalan tengah untuk mensintesiskan antara Empirisme dan Rasionalisme, sehingga ia disebut juga sebagai pengukur Realisme Kritis atau Realisme Modern. Menurut Kant semua pengetahuan dimulai dari pengalaman, namun tidak berarti semuanya dari pengalaman.

 Immanuel Kant lahir di Koningsberg, Prusia Timur, Jerman. Ia belajar filsafat, fisika, dan ilmu pasti di Koningsberg, kemudian menjadi guru besar dalam ilmu logika dan metafisika di Koningsberg juga. Perjalanan hidupnya dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap pra-kritis dan tahap kritis, dengan kira-kira tahun 1770 sebagai garis pembatasnya, yaitu ketika ia menerima jabatan sebagai guru besar. Sejak itu ia menyodorkan filsafatnya kepada dunia dengan penuh kepastian. Semula Kant dipengaruhi rasionalisme Leiniz dan Wolf, kemudian dipengaruhi empirisme Hume. Menurut Kant sendiri Hume yang menjadikan dia bangun dari “tidurnya” dalam dogmatisme.
 Dogmatisme adalah filsafat yang mendasarkan pandangannya kepada pengertian-pengertian yang telah ada, tanpa menghiraukan apakah rasio telah memiliki pengertian tentang hakekat, luas, dan batas kemampuannya sendiri ataukah tidak. Filsafat yang bersifat dogmatis menerima kebenaran-kebenaran asasi agama dan dasar ilmu pengetahuan begitu saja tanpa mempertanggungjawabkannya secara kritis. Dogmatisme menganggap pengenalan obyektif sebagai hal yang sudah ada dengan sendirinya. Sikap sendirian menurut Kant adalah salah. Orang harus bertanya, “Bagaimana pengenalan obyektif itu mungkin?”. Oleh karena itu penting sekali menjawab pertanyaan yang mengenai syarat-syarat kemungkinan adanya pengenalan dan batas-batas pengenalan itu.
 Pikiran-pikiran dan tulisan-tulisannya yang sangat penting membawa revolusi yang jauh jangkauannya dalam filsafat modern. Ia juga terpengaruh oleh aliran Patteisme dari ibunya, tetapi ia hidup dalam zaman Sceptisme serta membaca karangan-karangan Voltaire dan Hume. Akibat dari itu semua kemudian memunculkan berbagai pertanyaan dalam benaknya. What can we Know? (apa yang dapat kita ketahui), What is nature and what are the limits of human knowledge? (Apakah alam ini dan apakah batas-batas kemampuan manusia itu?). Sebagian besar hidupnya telah ia pergunakan untuk mempelajari logical process of though (proses penalaran logis), the external world (dunia eksternal), dan the reality of things (realitas segala yang wujud).
Secara harfiyah kata kritik berarti “pemisahan”.
 Zaman pencerahan atau yang dikenal di Inggris dengan enlightenment. Terjadi pada abad ke 18 di Jerman. Immanuel Kant mendefinisikan zaman itu dengan mengatakan “dengan aufklarung, manusia akan keluar dari keadaan tidak akil balig (dalam bahasa Jerman: unmundigkeint), yang dengan ia sendiri bersalah”. Sebabnya menusia bersalah karena manusia tidak menggunakan kemungkinan yang ada padanya yaitu rasio. Dengan demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia barat yang sudah dimulai sejak Renaissance dan reformasi. Di Jerman, seorang filosof besar yang melebihi zaman aufklarung telah lahir yaitu Immanuel Kant.

 Menurut Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ), Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Sumber lain mengatan pertanyaan dari Immanuel Kant yaitu
Apakah yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika )
 Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta? Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
 Tokoh filsuf empirisme David Hume menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali sistem metafisika yang mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai realitas sesungguhnya. Hume hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati melalui inderawi. Kritik pedas Hume pada metafisika membangunkan Kant dari tidur dogmatisnya (Kant, 1997). Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya.
 Hume yang menolak metafisika, Kant mempertanyakan metafisika untuk merekonstruksi metafisika yang sudah ada. Ia membuang metafisika tradisional yang diwariskan  Aristoteles (filsuf Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik) dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden yang dimaksud Kant adalah dualisme kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan dan kenyataan yang terpisah oleh jurang yang tidak dapat diseberangi.Metafisika tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand), melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang rasio (vernunft). Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis.
 Menurut Kant,  dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a priori seperti yang ada di dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada fakta empiris.  Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transenden” (a transcendental illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisika tidak memiliki nilai epistemologis.

Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi )

Menurut sumber lain:
Filsafat adalah ilmu dasar segalam pengetahuan yang mencakup 4 persoalan.:

a). What may I Hope ? (apakah yang boleh saya harapkan) pada hakekat /metafisika
Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan.
 Meskipun Kant lebih dikenal sebagai filsuf yang berkecimpung dalam bidang epistemologi dan etika, tetapi kajian tentang Tuhan pun tak luput dari penelaahannya. Dalam bidang keagamaan atau Teologi, Kant menolak bukti-bukti “onto-teologis” adanya Tuhan. Artinya, menurutnya, Tuhan itu, statusnya bukan “objek” inderawi, melainkan a priori yang terletak pada lapisan ketiga (budi tertinggi) dan berupa “postulat” (Asumsi yg menjadi pangkal dalil yg dianggap benar tanpa perlu membuktikannya; anggapan dasar).
Immanuel Kant  berargumentasi bahwa konsep seseorang tentang Tuhan harus berasal dari penalaran; oleh karena itu, ia menyerang bukti-bukti tentang keberadaan Tuhan, dengan menyangkali keabsahannya. Kant berpendapat bahwa tidak dapat ada terpisah pengalaman yang dapat dibuktikan melalui pengujian. Dalam hal ini, Kant mengkombinasikan rasionalisme (kebertumpuan pada penalaran manusia) dan empirisme (pembuktian sesuatu berdasar metode ilmiah).
Bagi Kant, Tuhan bukanlah soal teoretis, melainkan soal praktis, soal moral, soal totalitas pengalaman, dan arti atau makna hidup terdalam (ini dampak positifnya). Dampak negatifnya adalah bahwa sebagai “postulat’ (penjamin) moralitas, Tuhan adalah konsekuensi moralitas, maka moralitas merupakan dasar keberadaan Tuhan. Karena itu, muncul tendensi pada Kant untuk meletakkan agama hanya pada tataran moralitas semata atau perkara horizontal saja (hubungan antar manusia saja atau soal perilaku di dunia ini saja). Konsekuensinya, agamanya Kant, tidak memerlukan credo (kepercayaan).
Kant menyatakan bahwa memang Tuhan hanya bisa didekati melalui iman dan iman itu dilandasi oleh hukum moral. Hukum moral mewajibkan kita untuk selalu melakukan kebaikan. Tetapi hukum moral ini mensyaratkan tiga hal utama, yaitu: kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan.
Pertama, kewajiban tentu mengandaikan kebebasan. Kita bebas untuk tidak menjalankan hukum moral untuk melakukan kebaikan. Maka kemudian hukum moral menjadi wajib. Kebaikan menjadi wajib dilakukan. Apabila tidak ada kebebasan maka tidak akan ada kewajiban. Karena manusia bebas untuk melakukan atau tidak melakukan kebaikan maka kemudian muncul kewajiban untuk melakukan kebaikan.
Kedua, adalah keabadian jiwa. Hukum moral bertujuan untuk mencapai kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi ini mengandung elemen keutamaan dan kebahagiaan. Orang dinyatakan memiliki keutamaan apabila perbuatannya sesuai dengan hukum moral. Dari keutamaan inilah kemudian muncul kebahagiaan.
Tetapi menurut Kant, manusia itu tidak akan selalu mencapai kondisi keutamaan. Tidak akan pernah manusia mencapai kesesuaian kehendak dengan hukum moral. Karena apabila manusia bisa mencapai kesesuaian ini tanpa putus maka itu adalah kesucian dan tidak ada manusia yang akan pernah mencapai kesucian mutlak. Manusia hanya akan selalu berusaha untuk mencapai kesucian itu, dan itu adalah perjuangan tanpa akhir. Karena egoisme dan sifat dasar manusia lainnya, maka perjuangan mencapai kesucian itu adalah perjuangan tanpa akhir. Oleh sebab itu, keutamaan yang menjadi elemen kebaikan tertinggi yang menurpakan tujuan akhir dari hukum moral tidak akan pernah bisa direalisasikan selama manusia hidup. Dengan kata lain kondisi ideal dimana terjadi kesesuaian antara kehendak dan hukum moral adalah jika manusia sudah tidak memiliki kehendak (mati), tetapi apabila setelah mati tidak ada kehidupan maka kondisi ideal itu juga tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, maka hukum moral mengandaikan bahwa jiwa itu abadi. Bahkan setelah raga ini mati jiwa akan selalu abadi untuk mencapai kondisi ideal berupa kebaikan tertinggi.
Ketiga, adalah keberadaan tuhan. Telah dijelaskan bahwa kebaikan tertinggi memiliki elemen keutamaan dan kebahagaiaan. Keutamaan adalah kesesuaian antara kehendak dengan hukum moral dan dari keutamaan inilah muncul kebahagiaan. Kebahagiaan sendiri adalah kondisi di mana realitas manusia sesuai dengan keinginan dan kehendaknya. Tapi hal itu tidaklah mungkin karena manusia bukan yang maha pengatur yang bisa mengharmoniskan dunia fisik sesuai dengan kehendak dan keinginannya. Tapi justru itulah yang diandaikan apabila kita memiliki keutamaan. Kebahagiaan diandaikan sebagai sintesis dari dunia fisik, kehendak, dan keinginan. Realitas inilah yang kemudian disebut tuhan. Tuhan adalah penyebab tertinggi alam sejauh alam itu diandaikan untuk kebaikan tertinggi atau tuhan adalah pencipta alam fisik yang sesuai dengan kehendak dan keinginan-Nya.
Apabila kita bertindak sesuai hukum moral maka akan membawa kita pada keutamaan dan keutamaan akan membawa kita pada kebahagiaan dan kebahagiaan adalah kondisi di mana terdapat kesesuaian antara alam fisik dengan kehendak dan keinginan. Dan yang memiliki kesesuaian ketiga elemen ini adalah Tuhan. Maka, dengan berbuat baik kita akan sampai pada realitas keberadaan Tuhan. Artinya hukum moral mengandaikan keberadaan Tuhan.
Jika tiga syarat (kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan) ini tidak diandaikan keberadaanya, maka runtuhlah sistem moral. Padalah sistem moral itu selalu ada. Kebaikan selalu ada dan manusia selalu mencoba mewujudkan kebaikan tersebut.Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan.

b What Shoul I do ? (apakah yang harus saya perbuat) persoalan pada pedoman hidup /aksiologi/nilai/etika
Pemikiran Kant  tantang Etika (Deontologi)
 Etika disebut juga filsafat moral, yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis yaitu Deontologis dan Teologis. Teori Deontologis dihasilkan oleh pemikiran Immanuel Kant.
Deontologi berasal dari kata Deon (Yunani) yang berarti kewajiban. Menurut teori ini perbuatan adalah baik jika dilakukan berdasarkan “imperatif kategoris” (perintah tak bersyarat). Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban dan tujuan yang baik tidak menjadikan perbuatan itu baik.
Etika Immanuel Kant diawali dengan pernyataan bahwa satu-satunya hal baik yang tak terbatasi dan tanpa pengecualian adalah “kehendak baik”. Sejauh orang berkehendak baik maka orang itu baik, penilaian bahwa sesorang itu baik sama sekali tidak tergantung pada hal-hal diluar dirinya, tak ada yang baik dalam dirinya sendiri kecuali kehendak baik. Wujud dari kehendak baik yang dimiliki seseorang adalah bahwa ia mau menjalankan Kewajiban. Setiap tindakan yang kita lakukan adalah untuk menjalankan kewajiban sebagai hukum batin yang di taati, tindakan itulah yang mencapai moralitas.
Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari perilaku. Kemauan baik adalah syarat mutlak untuk bertindak secara moral. Tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan kewajiban melainkan juga yang dijalankan demi kewajiban.
Kewajiban menurutnya adalah keharusan tindakan demi hormat terhadap hukum, tidak peduli apakah itu membuat kita nyaman atau tidak, senang atau tidak, cocok atau tidak, pokoknya aku wajib menaatinya. Ketaatan ini muncul dari sikap batin yang merupakan wujud dari kehendak baik yang ada didalam diri.
Tiga prinsip yang harus dipenuhi: Pertama,  supaya suatu tindakan mempunyai nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban. Kedua, nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu (walaupun tujuannya tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik). Ketiga, sebagai konsekuensi dari kedua prinsip itu, kewajiban adalah hal tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya, pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya. Kedua, ia memenuhi kewajibannya karena ia terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, ia memenuhi kewajibannya kerena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya.

c What can I Know ? (Apakah yang dapat saya ketahui) Epistemologi
Pemikiran Immanuel Kant tantang Pengatahuan.
Menurut Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman, bahkan tidak bergantung pada indera, yang kebenarannya a priori. Kant memulainya dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya seluruh benda dan indera dibuang. Seandainya tidak ada benda dan tidak ada alat pengindiera, apakah ada sesuatu yang dapat kita ketahui?.
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman akal budi (rasio). Pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra kita kemudian diolah oleh pemahaman rasio kita dan menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya pengetahuan manusia selalui bersifat apriori dan aposteriori secara bersamaan. Tanpa pengalaman indrawi maka pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi tanpa pemahaman rasio pun pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan panca indra belaka yang tidak akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur yang menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan.
Pengetahuan bermula dari pengalaman pancaindra yang kemudian diolah oleh pemahaman rasio untuk menghasilkan sebuah pengetahuan yang menyeluruh dan teratur. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu yang tidak bisa dialami oleh pancaindra tidak bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi hanya sebagai sebuah hipotesis belaka.
Menurutnya, proses pengetahuan melalui tiga tahap yakni, pertama,  pengetahuan inderawi: segala data pada awalnya masuk melalui indera kita (a posteriori/pengalaman iderawi).  Kedua, Verstand merupakan bagaian akal sederhana (a priori) yang lebih dominan. Ketiga, Vernumft merupakan bagian akal yang lebih canggih (a priori) yang lebih dominan
Pengetahuan ada tiga macam yaitu: pertama, pengetahuan analitis a priori (statement yang berupa definisi tentang subjek): pengetahuan yang hanya menganalisis tentang subjek. Kedua, pengetahuan sintetis a posteriori: ada unsur baru yang ditempelkan pada subjek berdasarkan pengalaman dengan subjek. Ketiga, pengetahuan sintetis a priori: pengetahuan yang lekat dengan Matematika, sehingga ada unsur-unsur baru tetapi hanya merupakan hasil kalkulasi angka-angka matematis. Karena itu, Metafisika bisa digolongkan sebagai pengetahuan jenis ketiga ini.

d. What is man ? (apakah manusia itu) berfokus pada hakekat manusia apa arti manusia, antropologi
Pandangan Imamuel Kant tantang Manusia.
Kant mengatakan bahwa hanya manusialah tujuan pada dirinya, dan bukan semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan sewenang-wenang. Di dalam segala tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain, manusia harus dipandang serentak sebagai tujuan.
Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas.


sumber:
1.http://www.google.co.id/webhp?client=ms-unknown&source=android-home&gws_rd=cr&ei=6njWV4KrJ4TK0ASP-IHgCA
2.http://k-limiterz.blogspot.co.id/2013/11/immanuel-kant.html?m=1
3.https://susansutardjo.wordpress.com/tag/immanuel-kant/      
4.http://pamansams74.blogspot.co.id/?m=0

Seputar Filsafat

 Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, juga diambil dari bahasa Yunani yaitu Φιλοσοφία philosophia yang berasal dari philia = persahabatan, cinta dan sophia = "kebijaksanaan". Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".

 Filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran, dan ketertarikan. Filsafat berarti suatu hal menuju yang paling dalam yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

 Filsafat adalah studi yang mempelajari tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia yang tidak dialami dengan melakukan eksperimen tetapi dengan pengutaraan masalah secara persis dengan argumentasi dan memerlukan logika untuk menafsirkannya.

 Filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis, dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah, dan menurut latar belakang agama.

 Menurut wilayah, filsafat dibagi menjadi filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sedangkan menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.

Filsafat Timur
 Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama pada Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat masih lebih menonjol daripada agama. Nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan Mao Zedong.

Filsafat Timur Tengah
 Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf pertama di Timur Tengah adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam, dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka. Lalu mereka menterjemahkan, dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Ketika Eropa masuk ke Abad Pertengahan setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama, dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran, dan Averroes.

Filsafat Islam
 Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles, dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang, dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia, dan alam, karena sebagaimana diketahui, pembahasan Tuhan hanya akan menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

Filsafat Kristen
 Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah ahli masalah agama(teologian). Sebagai contohnya adalah Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.

Munculnya filsafat

 Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan, dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka, dan tidak menggantungkan diri kepada agama untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

 Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani, dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

 Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar adalah Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”.

sumber : wikipedia