Minggu, 25 September 2016

Filosofi Guru

Guru dalam pepatah Jawa diartikan sebagai seseorang yang dapat digugu dan ditiru. Kalimat tersebut sudah tidak asing bagi kita semua, di Oleh Karena itu, konsep Guru yaitu dapat digugu dan ditiru merupakan gabungan dari unsur perkataan dan perbuatan yang singkron, sehingga guru sejati adalah seseorang yang dapat dijadikan contoh baik dalam perkataan maupun perbuatannya.gugu mempunyai filosofi bahwa seorang guru dapat digugu/dipercaya dalam hal ini yang berkaitan dengan perkataan seorang guru dapat dipegangi sebagai ucapan yang membenarkan sesuatu yang benar dan menyalahkan sesuatu yang salah. Guru yang dapat digugu merupakan guru panutan baik untuk diri sendiri maupun masyarakat. Ditiru merupakan sesuatu yang dapat dijadikan contoh atau tauladan. Guru dapat ditiru berarti semua tindakan guru dapat dijadikan contoh khususnya bagi peserta didik. Contoh atau tauladan merupakan pembelajaran yang sangat baik dan efektif, karena dengan contoh tersebut orang lain akan belajar dengan sendirinya tanpa disadari.
Guru. Siapa yang tak kenal kata ini. Sejak kita masih balita, kita sudah mulai berkenalan dengannya. Tidak dapat dipungkiri, guru memegang peranan penting dalam karir hidup kita. Hal ini dapat terlihat di sekitar kita, dimana kita dapat dengan cukup mudah membedakan orang yang berpendidikan dengan yang tidak. Mungkin dari cara pandangnya, caranya mengatasi masalah, bahkan bisa jadi dari caranya berpakaian pun terlihat perbedaan, maa yang merpendidikan dan tidak. Orang yang tidak berpendidikan menyelesaikan masalah dengan mempelajari pengalaman hidup dan naluri. Namun, berbeda dengan orang yang tidak berpendidikan, orang yang berpendidikan mengatasi masalah denga tools yang lebih lengkap, yaitu dengan mempelajari pengalaman hidup, naluri, serta ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan inilah yang menjadi pembeda. Ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pendidikan, bagaimanapun jenis pendidikan itu. Disinilah peran seorang Guru menjadi sangat vital. Guru berperan sebagai fasilitator, sebagai orang yang wajib bisa menjawab apa saja yang ditanyakan oleh muridnya, dan tentunya sebagai pengayom, pemberi kasih sayang bagi muridnya, serta sebisa mungkin menjadi orang tua kedua bagi murid muridnya.
Ketika seseorang sudah tidak takut pada orang lain sekalipun orang lain itu adalah orang tuanya sendiri, maka sosok yang paling tepat untuk “menaklukan” orang tersebut tak lain dan tak bukan, adalah seorang Guru.
Kenapa guru? Mungkin pertanyaan itu akan muncul dalam benak anda. Guru adalah sebuah katalisator ilmu. Seperti pada sebuah reaksi kimia, katalisator memegang peranan dalam kecepatan reaksi. Katalis tidak akan berubah bentuk selama reaksi, namun efeknya sangat terlihat pada hasil reaksi. Setiap orang pastinya memiliki kemampuan untuk belajar, yang menjadi pembeda adalah waktu yang dibutuhkan setiap orang untuk memahami suatu permasalahan dan memecahkanya. Disini guru mengambil peran katalis tersebut. Guru mengarahkan siswanya untuk lebih cepat memahami suatu permasalahan, dan kemudian memecahkannya. Disini guru sudah menunjukan bahwa dia adalah orang yang berilmu, melebihi ilmu yang dikuasai oleh siswanya. Dari sini rasa hurmat akan muncul. Sebandel apapun seseorang, selama seorang guru tetap mampu memposisikan dirinya lebih “pintar” dari orang itu, selama itu pula rasa hormat akan tetap terpatri dalam hati orang itu. Dan ketika rasa hormat sudah didapat oleh seorang guru, seorang guru bisa menanamkan pengaruhnya pada anak itu. Disinilah peran guru sebagai orang tua kedua harus dijalankan. Guru sebisa mungkin memposisikan diri sebagai sahabat sekaligus orang yang terhormat dihadapa siswanya. Ketika kita dapati tindakan yang tak sepantasnya dilakukan oleh seorang siswa, guru bisa mengambil tindakan represif, seperti dengan bentakan dan mungkin sedikit pendekatan “fisik” yang tak menyakitkan seperti hukuman, dan lainnya. Guru tak hanya menjadi pengajar di kelas yang memberikan deretan persamaan, logika, dan kompetensi lainya. Lebih dari itu guru ikut serta menjadi bagian dari mekanisme kontrol sosial masyarakat. Menjadi role model yang disenangi oleh siswanya, dan tentunya ikut menjauhkan siswanya dari pengaruh buruk lingkungan modern yang saat ini mengancam perkembangan kejiwaan siswa siswanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar