Sabtu, 29 Oktober 2016

Dasar Filsafat Indonesia

Dasar Filsafat Indonesia


            Pemikiran Indonesia mempunyai cara berbagai ragam yang mempengaruhinya. Kesukuan disetiap wilayah Indonesia bermacam-macam. Budaya melingkupi cara berpikir manusia Indonesia. Tidak terbayangkan banyaknya perbedaan. Negara mana terbesar dari suku dan bahasa terbanyak? Pastinya di Indonesia. Perlu diingat bahwa orang Indonesia telah mengalami trans budaya yang lebih berkembang. Adanya kesukukan dan pengaruh Portugal, Ingris, Arab, China, Persia, India. Mengapa Indonesia begitu sangat terbuka, dan didatangi oleh dari seluruh penjuru dunia. Alasan cuma satu yaitu, Indonesia adalah surga. Entah spekulasi Plato tentang Atlantis dan setelah diselidiki adalah berada di Indonesia. Surga dalam konotasi yang lebih tepat adalah harapan, kemakmuran, impian, bayangan keindahan. Bisa ditanyakan arti surga untuk bayangan orang Ingris, atau Eropa pada umumnya. 
            Mereka mempunyai perasaan menyenangkan sekali bila menemui matahari. Tidak salah mereka seharian berjemur di pinggir pantai. Mereka merasakan bahwa kehangatan tidak dapat di dapatkan selama setahun. Eropa pada umumnya mempunyai 4 musim, yaitu musim semi, gugur, dingin, dan panas. Pada musim keseluruhannya di malam hari sangat dingin. Jadi di mana bisa menemui panas? Mereka merendam seharian dengan air hangat. Mereka tahu bahwa kondisi badan akan muda sakit. Berendam air panas salah satu yang bisa mereka lakukan. Bayangan tentang surga ada di Indonesia adalah tidak benar bila masuk pada konsepsi kepentingan asing ingin menguasai. Untung saja pemikiran orang Indonesia lebih pintar, walau kepintaran orang Indonesia adalah orang Padang. Mereka suku yang mempunyai filosofi yang menarik. Banyak ungkapan membuat logis-logisme. Mereka tahu cara mereka lebih unggul. Tidak terbayangkan negara sebesar ini tidak ada suku sepintar Padang. Ada singkatan dari setiap Suku Indonesia, Padang adalah,"Pandai Dagang." Merekalah pendiri bangsa ini. Dari nama pendiri negara ini adalah orang Padang yaitu, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, Nasir, Haji Agus Salim, mereka negosiator unggul luar biasa dalam perundingan tingkat tinggi. Negara ini supaya tidak dirugikan dari setiap perjanjian internasional. 
            Ditambah orang-orang Jawa lebih memimpin, ada ungkapan juga mengenai orang Jawa,"Jaga Wibawa." Nyatanya presiden Indonesia adalah orang Jawa. Memang mereka memiliki pembawaan yang santai, senyum walaupun kesal dengan siapapun atau tidak disukainya. Model kepemimpinan orang Jawa lebih langgeng. Terbukti juga sekali orang bukan jawa memimpin cepat sekali digantikan. Faktor budaya mempengaruhi pembawaan politik. Tidak heran Jawa menduduki rengking tertinggi untuk memimpin di Indonesia. 
            Jawa memiliki tata krama yang tinggi. Mereka sudah mempunyai aturan yang sangat sopan. Tindak-tanduk mereka terlihat bersahabat walau tidak menyukai. Budaya mereka sudah secara tidak langsung mengajarkan politik. Perdagangan Jawa tidak terlalu terkenal. Perdagangan maju karena ada budaya China masuk menduduki untuk berdagang, jadilah Cina-Jawa. Mereka sekarang dari sintesis Cina-Jawa dengan adanya perkawinan banyak diantara mereka menjadi konlongmerat. Sintesis Cina-Jawa pertemuan antara kebudayaan membawa perubahan perekonomian. Walau tidak menyeluruh namun Cina-Jawa keturunan memegang kuat perekonomian di Indonesia. Faktor sistesis budaya berhasil menyempurnakan cara berbisnis. Filosofi,"alon-alon asal kelakon." (Pelan-pelan asal dilakukan) Hal tersebut ciri kedaerahan tersendiri. Menciptakan kesungguhan dalam melakukan apa saja. Tidak perlu cepat-cepat, tidak perlu memaksa. 
            Pemikiran Indonesia adalah sistesis budaya multi etnis, antara kedaerahan dan pendatang, Cina, Eropa, Arab. Pada pertautannya membuat cara berpikir menyesuaikan kondisi. Karena tidak ada 100% aliran filsafat tanpa perkawinan ganda di Indonesia. Dari filsuf R.Ngabehi Ronggowarsito dengan penuh sistesis antara Hinduisme, Budhisme, Islamisme dengan menguasai Tasawuf, dan menggabungkannya melahirkan Kejawen. Penyebutan Kejawen disebabkan sistesis budaya pendatang dan keyakinan lokal Jawa. Tokoh Ronggowarsito sudah menjadi rujukan orang Jawa dalam keyakinannya. Walau itu Filsafat Prakemerdekaan Indonesia, pemikirannya masih hidup ditengah-tengah Jawa modernitas sekarang. 
            Perkembangan pemikiran orang Jawa sangat lambat, mereka asik mengolah rasa. Mengolah cara-cara orang tua terdahulu. Mereka selalu menghormatinya dan 'laku' yaitu sikap hanya melakukan untuk sampai pada spiritual tertentu. Manusia harus 'manut' yaitu, manusia ya harus taat, menurut apa yang diajarkan. Berdasarkan ajaran dari turun temurun mendengar dan laku. Memang terlihat setelah Ronggowarsito tidak ada filsuf lainnya, dikarenakan konsep-konsep turun termurun tanpa tulisan. Ditambah tulisan, atau buku itu sangat dijaga. Tidak boleh semua orang boleh melihat, apa memegang untuk membacanya. Oleh sebab itu pemikiran orang Jawa masih asik dengan pemikiran Ronggowarsito. Bila ditanya, apa Filsafat Jawa? Ya hanya Ronggowarsito. 
            Peralihan kerajaan lalu menjadi Negara Indonesia memakan waktu yang sangat lama. Salah satunya perkembangan pendidikan orang Indonesia tidak ada yang terbaik. Orang yang boleh sekolah adalah orang bergelar Bangsawan Keraton, atau seorang anak pedagang yang kaya. Lebih dari itu tidak ada pendidikan pada kaum pribumi. Kalangan Pribumi adalah kalangan buruh, petani, kelas bawah yang tak cocok untuk berpikir. Pemisahan antara kaum jelatah dan kaum bangsawan dimulai dari pemikiran Hindu dengan memberikan kasta atau tingkatan bermasyarakat. Dikenal dengan kaum Sudra, Ksatria, Bharahmana. Sudra yaitu, buruh, pengemis, pelacur. Waisa yaitu, orang pekerja, berdagang. Ksatria, raja, pangeran, putri, pejabat, politikus. Bharahmana adalah orang pemimpin spiritual, orang berilmu, menjadi tempat bertanya. Masih dipakai oleh kalangang orang kerajaan hingga saat ini. Merekalah membuat terjajahnya negeri ini, mereka memelihara kebodohan dimasyarakat dengan sistematis tekanan melalui agama dan budaya.
            Posisi kemasyarakatan kerajaan di Nusantara ketinggalan, dan termakanlah oleh Eropa yang sudah berhasil dalam pendidikan untuk semua warganya. Renainssance sudah pada abad 13-14 berlangsung sedang di nusantara pada pendidikan masyarakatnya masih pendidikan dari orang tua. Pesantren sudah termasuk bagus, namun keilmuan agama keislaman tidak cukup melawan pengaruh Barat. Tidak ada program besar dari kerajaan. Orang Barat pemikirannya pada waktu itu sudah menghasilkan Doktor. Sedang di Indonesia seperti Soekarno, dan Hatta masih belajar pada tahun 1933. Masih perlu pemikiran yang lebih banyak lagi untuk membangun bangsa Indonesia. Soekarno menghasilkan karya "Di Bawah Bendera Revolusi" pada tahun 1960. Buku tersebut tentang pemikiran Ideologi mensintesiskan Nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme. Pemikiran yang masih semangat tentang "ruh perubahan nation atau kebangsaan telah hadir diseluruh negeri." Semangat karena "ruh-ruh" sebuah kebangsaan mesti ada yaitu dengan adanya prinsip kebangsaan bangkit. Hadirlah pemahaman Nasionalisme, namun tidak bisa rasanya hadir sebuah "nation" tanpa adanya keyakinan. Dalam keyakinanlah bahwa kebersamaan itu akan hidup, keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ada di Islam, maka Islamisme juga dibutuhkan untuk membangkitkan negara ini. Karena Tuhan telah dipersatukan dalam negara penuh perbedaan. Indonesia juga membutuhkan perekonomian yang merata, dan tidak ada sikap kelas bawah dan tuan tanah saling menguasai. Rakyat Indonesia harus mempunyai prinsip Sosialisme, sama rata, perekonomian dari rakyat untuk rakyat. Pemikiran Soekarno berkembang, dan mendapatkan perlawanan. Itulah memoar Soekarno memecahkan tradisi orang Jawa yang mendengar dan laku. 
            Lahir juga pada Filsafat Pancasila, namun bagi saya tidak terlalu menarik. Mungkin nantinya akan tuliskan lebih jauh mengenai itu. Pada prinsip lebih akademis ketimbang penganut pada prinsip filsafat tertentu. Pemahaman Filsafat Pancasila adalah pencarian anak Indonesia dalam mempertanyakan Filsafat Indonesia itu seperti apa? Dan bagaimana? Lahirlah konsep Pancasilaisme. Sungguh tidak sangat menarik pada pemikiran. Bila ingin membangun militer, dan bangsa tidak ada artinya. Sebab, proses akhir dari penjelasan tentang Filsafat Pancasila adalah,"bagaimana kemakmuran masyarakat? bagaimana keadilan masyarakat." Rumusan Pancasilaisme adalah makanan para siswa dasar untuk digiring agar negara ini tidak kosong-kosong sekali. Bila tidak ada pemahaman Pancasila lalu mau diajarkan apa? Lebih baik anak-anak itu diajarkan Matematika, supaya tidak ada korupsi. Pernah Plato menuliskan di akademi pada 500 tahun Sebelum Masehi,"Dilarang memasuki pintu ini, selain mengerti Matematika." 
            Memoar Filsafat Indonesia banyak yang saya pernah membaca salah satunya, R. Paryana Suryadira. Beliau seorang dokter pernah menjadi kepala dokter di Rumah Sakit Semarang. Buku yang di tulis,"Alam Pikiran" di dalamnya penjelasan secara bermacam-macam cabang filsafat untuk menjelaskan dengan keberadaan kesadaran tentang Tuhan tertinggi. Tentang manusia berpikir pada alam setan, jin, malaikat, adalah proses berpikir dan berakhir kepada pemikiran tentang Tuhan. Pengaruh akademis mengenai tentang otak yang digeluti menjadi ciri filosofis menarik pada pembacanya. Penyampaian tulisan saya ini diharap dapat membangunkan para pemikiran Filsafat Keindonesian lebih matang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar