Sabtu, 29 Oktober 2016

Filosofi Bencana

Filosofi Bencana

Oleh Okrisal Eka Putra

          Puncak kesombongan manusia adalah ketika sikap egoisme muncul dan mulai mempertanyakan sesuatu yang gaib, mengukur segala sesuatu dengan akal pikiran dan nilai rasionalitas. Ketika sesuatu tak bisa diterima akal, ketika itulah mereka mempertanyakan kebenaran ajaran agama.

          Dalam Islam, tak semua hal harus bisa diterima akal manusia yang sangat terbatas kemampuannya. Kadang, kita harus memakai iman untuk memaknai dan melaksanakan ajaran agama.

          ''Dan, tidak dianggap beriman sampai mereka menerima engkau sebagai penengah perselisihan. Kemudian, mereka tidak merasa keberatan dengan apa yang diperintahkan dan menyerahkan diri kepada Islam dengan penyerahan yang penuh.'' (QS Annisa [4]: 65).

          Dalam ayat tersebut, Allah SWT memberikan pelajaran bahwa sebagai manusia, kita hanya hidup mengikuti aturan Ilahi. Semua yang sudah dan akan terjadi merupakan aturan Allah SWT.

          Namun, kita masih sering berburuk sangka terhadap aturan Allah SWT. Sering memprotes sebuah kejadian karena menurut kaca mata manusia, hal itu merugikan. Seperti, kematian orang yang dicintai atau kehilangan sesuatu yang disayangi.

          Padahal, jika dikaji lebih jauh, semua peristiwa ada hikmahnya dan di luar kemampuan kita mengetahuinya. Ketika hujan, kita mengeluh. Kita tak pernah berpikir, berapa petani yang gembira karena hujan yang mereka tunggu sekian lama akhirnya turun.

          Semua kehidupan dari lahir sampai mati sudah ada dalam ilmu Allah SWT. Kejadian sekecil apa pun tak luput dari-Nya. Dan, tidak akan mungkin Allah SWT salah memberikan sesuatu kepada hamba-Nya. Bila itu memang hak kita, tidak akan berpindah ke orang lain.

          Tapi, yang perlu dipahami, kita mempunyai sifat alamiah yang merupakan anugerah Ilahi, seperti menangis ketika sedih. Memahami takdir bukan ditandai dengan tak menangis saat ditimpa kemalangan. Tapi, tidak meratapinya dan protes terhadap keputusan Allah SWT.

          Ketika Allah SWT sudah menetapkan sesuatu, Dia akan menciptakan sebab untuk kejadian itu. Ketika ajal seseorang datang, Allah SWT menciptakan sebab. Sakit, kecelakaan, bunuh diri, kebakaran, atau bencana longsor, itu semua hanya sebab yang diciptakan Allah SWT.

          Di sinilah, sering setan menggoda manusia untuk melawan takdir. ''Coba tadi tidak pergi, mungkin dia sekarang masih hidup.'' Kata-kata semacam itu merupakan jebakan setan agar manusia kufur karena melawan kehendak Allah SWT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar