Tiga Filosofi Bangunan Tahan Gempa Harus Diikuti
|
MedanBisnis - Medan.Selama bangunan
fasilitas umum lain dibangun dengan memerhatikan aspek kualitas dan keamanan,
pengguna gedung tidak perlu kuatir jika terjadi bencana alam semisal
gempabumi. Karena itu, patut dipertanyakan kualitas berbagai bangunan,
publik, yang hancur akibat gempa yang baru saja menerjang Singkil dan
berdampak hingga Kabupaten Dairi, baru-baru ini.
|
"Saya heran, kok bisa hancur,
padahal gempabuminya kan di Singkil, Aceh, yang jaraknya relatif jauh dari
Dairi. Saya tidak menuduh siapa-siapa di sini ya. Tapi saya melihat dari
waktu ke waktu, banyak sekali pihak yang terkait dengan pembangunan bangunan
publik tidak memperhatikan dan tidak paham bagaimana membangun gedung yang
tahan gempa," ujar Ketua I DPP Himpunan Ahli Struktur Tahan Angin dan
Gempabumi (Hastag) Indonesia, Daniel Rumbi Teruna, kepada MedanBisnis di
kantornya, Rabu (7/9).
Pihak-pihak yang tidak paham itu, menurut kandidat doktor bidang struktur tahan gempabumi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, seperti pemilik proyek, konsultan perencanaan proyek, konsultan pengawas, kontraktor, dan beberapa lainnya. "Banyak yang tidak mau serius belajar soal perlunya membangun bangunan yang aman dan tahan gempa," katanya. Daniel mengatakan, ada tiga filosofi yang harus dipegang setiap pihak yang ingin membangun sebuah gedung dan bisa bertahan ketika menghadapi gempabumi, yakni pertama bangunan sama sekali tidak boleh rusak ketika ada gempa berskala kecil, kedua boleh rusak ringan tapi struktur utama bangunan tidak boleh rusak ketika ada gempabumi menengah, dan ketiga struktur bangunan boleh rusak tapi bangunan tidak boleh rubuh ketika gempa berskala besar menerjang. Jika tidak memenuhi tiga filosofis itu, dia tidak heran kalau akan semakin banyak bangunan di setiap daerah yang akan rusak atau malah hancur ketika terjadi gempabumi. Kata Daniel, pemerintah pusat melalui instansi atau kementerian terkait telah mencoba menyerap tiga filosfi itu untuk dijadikan berbagai peraturan atau standar pendirian bangunan. Dia lalu mencontohkan keputusan pemerintah yangh mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 1726 Tahun 2002 tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Pembangunan Gedung. "Kemudian SNI tahun 2002 itu ditingkatkan pemerintah lagi kualifikasinya menjadi SNI Tahun 2010, maaf saya lupa nomornya, yang berisi tentang Peta Hazard Gempabumi yang Menjadi Acuan Dasar Bangunan Redam Gempa," ujar Daniel. Untuk Sumatera Utara sendiri, dia enggan menyebutkan seberapa banyak bangunan yang tidak memiliki struktur yang sesuai untuk menahan gempabumi. Namun dia menyebutkan ada dua bangunan besar yang dibangun dengan menggunakan perangkat peredam gempa. Salah satunya hotel yang terletak di dekat kawasan Lapangan Merdeka Medan dan bangunan pabrik milik PTPN3 di Batangtoru, Tapanuli Selatan. (hendrik hutabarat) |
Sabtu, 29 Oktober 2016
Tiga Filosofi Bangunan Tahan Gempa Harus Diikuti
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar