Sabtu, 29 Oktober 2016

Daun Gugur Tak membenci dan Menyalahkan Angin

DAUN YANG GUGUR, TIDAK PERNAH MENYALAHKAN ANGIN

…biarlah seperti daun yang jatuh.. biarlah seperti daun yg jatuh, yg tidak akan pernah membenci angin meski terenggutkan dari tangkainya…
            Sudah sebuah hukum alam, bahwa ketika daun-daun itu berguguran dari pohonnya, tidak lain adalah karena angin yang berhembus dan menggoyahkan pertahanannya pada pohon. Namun mengapa mereka tidak menyalahkan angin itu? Karena mereka tau, pada dasarnya tubuh mereka memang sudah lemah, tertelan usia, terenggut waktu. Mereka yang berguguran adalah mereka yang sudah mencapai batas waktunya,
            Pertanyaannya adalah, apakah mereka menyesal? Ternyata mereka tidak. Karena mereka sadar dan tau pasti, bahwa takdir kehidupan di atas pohon hanya sampai hari itu. Hari dimana sang angin berhembus dan membawa mereka berjatuhan di atas tanah.
            Jikalau daun itu ingin memberikan toleransi pada ego mereka, banyak hal yang dapat dilakukan, seperti menghakimi batang yang tidak memegangnya erat sehingga akhirnya terlepas karena hempasan angin. Atau bahkan meminta akar untuk tidak menyerap apapun dari tanah sehingga pohon itu tidak akan bertambah tua, dan daun-daun itu akan tetap kuat tanpa harus menjadi rapuh. Banyak hal yang dapat daun lakukan, sebelum dia menunjuk pada dirinya sendiri.
            Tapi ternyata daun-daun itu memilih jalannya, untuk tidak melibatkan banyak pihak, pada takdir yang memang harus dirasakannya, yang menjadi bagian dari kehidupannya.
            Berhentikah mereka sampai disitu? Ternyata tidak. Saat mereka berguguran diatas tanah, mereka tau bahwa mereka akan dikumpulkan dengan saudaranya yang lain, kemudian dicampurkan dengan sisa pembuangan lainnya. Tapi mereka berkumpul bukan untuk menjadi pengganggu bagi ekosistem kehidupan, namun menjadi sumber bagi tumbuhnya daun-daun baru. Ya, memang hanya pupuk kompos, namun mereka tau bahwa akhir hayatnya akan ditutup dengan memberikan kebermanfaatan yang sangat luas.
            Lalu untuk apa mereka menyalahkan angin, jika ternyata ialah yang mengantarkan mereka pada akhir yang membahagiakan?
            Meski itulah takdir yang harus dilewati oleh mereka, tapi ternyata tidak menjadi buruk diakhirnya. Mungkin daun-daun itu pernah berpikir bahwa keberadaan mereka di atas pohon sangat bermanfaat untuk menciptakan oksigen yang diperlukan bagi seluruh makhluk hidup di bumi ini, dan jika mereka gugur, maka gugurlah kebermanfaatan itu. Tapi ternyata skenarioNya tidak berhenti sampai disitu. Ada yang lebih indah menanti mereka di depan sana. Hanya perlu pasrah dan bertawakkal, terhadap janjiNya yang selalu pasti.
            Apa yang akan terjadi jika daun-daun itu menyalahkan angin? Tentu ia hanya akan meratapi diri, tenggelam dalam kesedihan dan merasa malu terhadap keadaan. Ia bersembunyi dibalik telunjuknya terhadap angin. Berkoar-koar kesana kemari, mengatakan bahwa anginlah yang menyebabkan kehidupannya berakhir dan menderita tanpa menjadi bermanfaat lagi bagi ekosistem kehidupan.
            Ada sebuah pepatah, saat satu jari telunjuk diarahkan pada orang lain, maka empat jari lainnya mengarah pada diri kita sendiri.
            Mungkin daun-daun itu memahami benar makna dari pepatah tersebut. Ia sadar bahwa dengan menyalahkan angin, ia tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Ia tetap akan dipandang sebagai daun yang gugur, tidak dapat berfotosintesis, dan hanya mengotori tanah. Namun ia mampu bangkit menatap masa depan, mereka memiliki harapan dengan berpikir positif terhadap takdir yang disuratkan olehNya. Karena mereka yakin bahwa di setiap kejadian pasti akan ada hikmahnya, termasuk gugurnya mereka diatas tanah. Mereka mencari dan terus mencari sehingga akhirnya menemukan hikmah yang tersembunyi dibalik takdir itu.
            Tak ada kesedihan untuk menatap kehidupan setelah hempasan angin yang menyebabkan mereka berguguran, karena mereka tau apa yang harus dilakukan. Tidak lagi bergantung pada batang, memohon pada akar, atau bahkan menyalahkan angin. Mereka hidup dengan penuh optimisme, yakin bahwa garis kehidupan mereka sudah dipersiapkan dengan sangat matang oleh Sang Pemilik Skenario. Hanya perlu bersabar, dan terus berusaha untuk menemukan scene yang diinginkanNya, tanpa harus mengeluh ataupun menyalahkan keadaan.
            Karena setiap makhlukNya yang terlahir ke dunia, tak lepas dari puzzle-puzzle yang terpisah, yang meminta dirangkai untuk menemukan kebahagiaan yang hakiki. Hanya perlu kembali menunjuk pada diri sendiri, seberapa kuatkah kita untuk berpetualang dalam skenarioNya?
A falling leaf does not hate the wind.
(Anonymous Zen proverb; also in the movie Zatoichi)
Lalu, siapkah kita belajar pada daun?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar