Inspirasi
dari Filsafat Rasulullah Saw.
UmatMuhammad.com
– “Muhammad” secara
bahasa berasal dari akar kata semitik ‘H-M-D’ yang dalam bahasa Arab berarti
‘dia yang terpuji’. Selain itu dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Muhammad
dipanggil dengan nama“Ahmad”, yang dalam bahasa Arab juga berarti
“terpuji”.
Sebelum masa
kenabian, Muhammad mendapatkan dua julukan dari suku Quraisy (suku terbesar di
Mekkah yang juga suku dari Muhammad) yaitu Al-Amin yang
artinya “orang yang dapat dipercaya” dan As-Saadiq yang
artinya “yang benar”. Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan
gelar Rasul Allah, kemudian menambahkan kalimat Shallallahu
‘alaihi wasallam, yang berarti “semoga Allah memberi kebahagiaan dan
keselamatan padanya; sering disingkat S.A.W atau SAW” setelah namanya. Muhammad
SAW juga mendapat julukan Abu Qasim yang berarti “bapak
Qasim”, karena Muhammad SAW pernah memiliki anak lelaki yang bernama Qasim,
tetapi ia meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.
Michael H. Hart
dalam bukunya The 100 menilai Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh
sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang
yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal spiritual maupun
kemasyarakatan. Hart mencatat bahwa Muhammad mampu mengelola bangsa yang
awalnya egoistis, barbar, terbelakang dan terpecah belah oleh sentimen
kesukuan, menjadi bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan
kemiliteran dan bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi yang saat itu
merupakan kekuatan militer terdepan di dunia di dalam pertempuran.
Rasulullah SAW
pernah ditanya oleh seorang sahabat. “Wahai Rasulullah SAW, bagaimana
kriteria orang yang baik itu?” Rasulullah SAW menjawab yang artinya
: “Sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain”. Jika
ia seorang hartawan, hartanya tidak dinikmati sendiri, tapi dinikmati oleh para
tetangga, anak famili dan juga didermakan untuk kepentingan masyarakat dan
agama. Pokoknya segala kemampuan/potensi hidupnya dapat dinikmati orang lain,
dengan kata lain orang baik adalah orang yang dapat memfungsikan dirinya ditengah-tengah
masyarakat dan bermanfaat.
Jadi filsafat
hidup Rasulullah SAW menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain. Orang yang
hanya menanam rumput untuk makanan ternak ia akan mendapatkan rumput, tapi
padinya tidak dapat, sebaliknya orang yang menanam padi, ia akan mendapatkan
padi sekaligus mendapatkan rumput, karena rumput tanpa ditanam akan tumbuh
sendiri. Begitu juga dengan kita yang hidup ini, kalau niat dan motivasinya
sekedar mencari rumput (uang) ia pun akan memperolehnya, tetapi tidak dapat padinya
atau tidak akan memperoleh nilai ibadah dari seluruh pekerjaannya karena yang
namanya ibadah bukan hanya shalat, zakat, puasa, atau membaca Al-Qur’an saja,
tetapi bekerja, mengabdi kepada masyarakat, Negara dan Bangsa dengan niat
Lillahi Ta’ala ataupun ibadah.
Rasul pernah
ditanya, “Wahai Rasulullah SAW! Orang yang paling baik itu yang
bagaimana?” Rasul menjawab yang artinya : “Sebaik-baiknya
diantara kamu ialah orang yang umurnya panjang dan banyak amal kebajikannya”. Sudah
barang tentu orang yang semacam ini sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Sebaliknya, kalaupun ada orang yang amalnya baik tapi umurnya pendek masyarakat
akan merasa kehilangan. Rasulullah juga mengatakan : “Seburuk-buruknya
manusia yaitu mereka yang panjang umurnya tapi jelek perbuatannya”.
Secara
lahiriah, kita semua sependapat untuk hidup sehat, hidup harus teratur makan
yang bergizi serta menjaga kondisi dengan berolahraga yang teratur. Secara
spiritual orang ini yang panjang umur ada dua resepnya :
Pertama. Suka
bersedekah yakni melepaskan sebahagian hartanya di jalan Allah untuk
kepentingan masyarakat, anak yatim, fakir miskin maupun untuk kepentingan
agama. Dengan kata lain orang yang kikir atau bakhil sangat mungkin umurnya
pendek.
Kedua. Suka silaturahmi, silah berarti hubungan dan rahmi
berarti kasih sayang, jadi suka mengakrabkan hubungan kasih sayang dengan
sesama, saling berkunjung atau dengan saling kirim salam.
Sementara para
ahli tafsir menyatakan sekalipun bukan umur itu yang bertambah misalnya 60
tahun, karena sering silaturahmi meningkat menjadi 62 tahun, banyak sedekahnya
menjadi 65 tahun. Kalau bukan umurnya yang bertambah, setidak-tidaknya berkah
umur itu yang bertambah. Umurnya tetap, tetapi kualitas umur itu yang
bertambah.
Rasul pernah ditanya, orang yang paling beruntung itu yang
bagaimana? Rasul menjawab yang artinya : “Barangsiapa yang keadaannya
hari ini kualitas hidupnya lebih baik dari hari kemarin maka dia adalah orang
yang beruntung”. Kalau kita bandingkan dengan tahun kemarin, ilmu dan
ibadahnya, dedikasinya, dan akhlaknya semakin baik, orang tersebut adalah orang
beruntung. Dengan kata lain filsafat hidup Rasulullah yang ketiga adalah “Tiada
hari tanpa peningkatan kualitas hidup”.
Pernyataan
Rasul yang kedua yang artinya : “Barangsiapa keadaan hidupnya pada hari
ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang rugi”. Jika
amalnya, akhlaknya, ibadahnya, kedisiplinannya dan dedikasinya tidak naik dan
juga tidak turun maka orang tersebut termasuk orang yang merugi. Sementara
orang bertanya : Kenapa dikatakan rugi padahal segala-galanya tidak merosot?
Bagaimana dikatakan tidak rugi, mata sudah bertambah kabur, uban sudah bertabu,
giginya sudah pada gugur dan sudah lebih dekat dengan kubur, amalnya tidak juga
bertambah, kualitas hidup tidak bertambah maka ia adalah rugi. Dan Rasul
mengatakan selanjutnya yang artinya : “Barangsiapa keadaan hidupnya hari ini
lebih buruk dari hari kemarin maka orang semacam ini dilaknat oleh Allah”.
Rasul pernah
ditanya : “Wahai Rasulullah SAW! Suami dan istri yang paling baik itu
bagaimana?” Rasul menjawab : “Suami yang paling baik adalah
sikap dan ucapannya selalu lembut terhadap istrinya, tidak pernah bicara kasar,
tidak pernah bersikap kasar, tidak pernah menyakiti perasaan istrinya, tetap
menghormati dan menghargai istrinya”.
Sebab ada sikap
seorang suami yang suka mengungkit-ungkit kekurangan istrinya, sehingga dapat
menyinggung perasaannya, yang demikian termasuk suami yang tidak baik biarpun
keren dan uangnya banyak. Hakekatnya suami yang baik dan mulia ialah yang bisa
memuliakan kaum wanita, tidak suka menyepelekan. Sampai-sampai Rasul masih
membela kepada kaum wanita beberapa saat sebelum wafat. Beliau berpesan : “Aku
titipkan nasib kaum wanita kepadamu”. Diulangnya tiga kali. karena
kaum waita kedudukannya serba lemah. Jadi kalau seorang suami sudah memiliki
akhlak yang tidak baik maka penderitaan sang istri luar biasa. Hal ini perlu
kita ingat karena segala sukses yang dicapai oleh sang suami pada hakekatnya
adalah karena andil sang istri. Demikian juga andil istri yang membantu mencari
nafkah.
Rasul pernah
ditanya : “Wahai Rasulullah SAW! Orang yang benar itu bagaimana?” Rasul
menjawab,“Apabila ia berbuat salah segera bertaubat, kembali kepada jalan
yang benar”. Oleh karena itu para filosof mengatakan, “Orang yang
benar bukan orang yang tak pernah melakukan kesalahan, tetapi orang yang benar
adalah mereka yang sanggup mengendalikan diri dari perbuatan yang terlarang dan
bila terlanjur melakukannya, ia memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatan
yang salah itu”.Ibarat anak sekolah mengerjakan soal, kalau salah tidak
jadi masalah, asal setelah dikoreksi tidak mengulangi kesalahannya.
Sampai-sampai ada ungkapan yang tidak enak didengar tapi benar menurut tuntunan
Islam, yaitu : Bekas maling itu lebih baik daripada bekas santri. Kita tahu
bahwa santri adalah orang yang taat beragama, sedangkan maling penjahat,
pemerkosa, dan sebagainya tapi setelah bertaubat menjadi orang baik, kembali ke
jalan yang benar. Orang yang demikian matinya menjadi khusnul khotimah. Memang
yang ideal, orang yang baik itu dari muda sampai tua baik terus, tapi hal itu
jarang.
Maka berbagai
pertimbangan perlu dilakukan sehingga ada kesempatam bagi orang tersebut untuk
memperbaiki kesalahannya, agar dia bisa kembali menjadi orang baik. Nabi Muhammad
SAW bersabda yang artinya : “Walaupun engkau pernah melakukan kesalahan
sehingga langit ini penuh dengan dosamu, asal saja kamu bertaubat, pasti akan
diterima oleh Allah”.
Sabda Nabi yang lainnya : “Tangan di atas lebih baik
dari tangan di bawah”. Orang yang suka memberi, martabatnya lebih
terhormat daripada orang yang suka menerima. Allah berfirman yang artinya :“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh buah butir,
pada tiap-tiap butir, seratus biji. Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha
Mengetahui.” (QS Al-Bawarah : 261).
Tidak ada orang
yang suka bersedekah, kemudian jatuh miskin. Umumnya yang jatuh miskin karena
suka judi, togel, dan minuman keras. Dan resep kaya menurut Islam adalah kerja
keras, hidup hemat, dan suka bersedekah.
Rasul pernah
ditanya oleh para sahabat : “Wahai Rasul! Si Fulan itu orang yang
sangat luar biasa hebatnya. Dia selalu berada dalam masjid, siang malam
melakukan shalat, puasa, i’tikaf, berdoa”.Kemudian Rasul bertanya kepada
para sahabat, “Apakah orang itu punya keluarga?” Sahabat
menjawab, “Punya ya Rasul”. Kata Rasul : “Orang
tersebut adalah orang tidak baik! Saya ini suka ibadah tapi disamping itu
sebagai seorang suami, berusaha mencari nafkah.” Sampai Rasul
menyatakan : “Tergolong tidak baik orang yang hanya mementingkan urusan
ukhrawi tetapi melalaikan urusan dunia”. Juga tidak benar orang yang
hanya mementingkan urusan duniawi tapi melalaikan urusan ukhrawi. “Yang
paling baik adalah seimbang antara kepentingan duniawi dengan kepentingan
ukhrawi dan tidak berat sebelah”.
Dikutip dari :
Buletin Pekanan Asy-Syabab, Edisi 032, Rabu 17 Safar 1433/ 11
Januari 2012.Oleh : Fadil Ibnu Ahmad. SUMBER :http://www.umatmuhammad.com/2012/08/21/inspirasi-dari-filsafat-rasulullah-saw/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar