Perenungan Makna Kata “menolong”
Merenungkan makna ‘menolong’ ternyata merupakan alternatif
yang baik untuk membantu berkata ‘tidak’ dengan dilandasi oleh pertimbangan
positif.
Hal pertama yang harus dilakukan ialah menyadari bahwa
‘menolong seseorang’ berarti kita ‘berbagi’/’share’. Saya tidak ingin
menggunakan kata ‘mengorbankan’/’sacrifice’, karena lagi-lagi akan dirasakan
sebagai keterpaksaan. Apabila terpaksa maka yang diberikan bukanlah
pertolongan, karena ada motif atau alasan tertentu di balik semua itu, seperti
misalnya: berada di bawah tekanan, pertimbangan pahala atau pamrih, investasi,
dan sebagainya. Berbagi berarti kita memberikan sesuatu dari diri kita, baik
yang lebih ataupun yang kurang, untuk digunakan oleh orang lain. Disebutkan
sebagai membantu oleh karena kalaupun kita tidak membantu maka tidak akan
mendatangkan kerugian bagi kita. Jikalau tindakan berbagi tidak kita ambil, dan
pada akhirnya merugikan kita, maka alasan tindakan tersebut tidak bisa
dimasukkan lagi ke dalam konteks ‘menolong.’
Yang kedua, menolong yang benar adalah menolong yang tidak
bersifat destruktif. Sifat merugikan ini tidak saja dialami oleh sang penolong
tetapi juga pada diri orang yang ditolongnya. Tentu kita sudah akrab dengan
ungkapan “jangan memberikan ikan namun berikanlah kailnya.” Ternyata tidak
sesederhana ini sajalah ungkapan tersebut dapat diterjemahkan. Singkatnya, konsep
menolong orang yang sebenarnya masih dapat melakukan banyak hal sendiri namun
memiliki ketergantungan yang kuat adalah merupakan suatu problem serius.
Kedua hal di atas harus dipahami dahulu sebelum kita
merenungkan kandungan kekayaan makna kata ‘menolong’ yang ternyata tergolong
dalam tiga kelompok umum. Ketiga kelompok ‘menolong’ tersebut ialah:
1.
help you / (saya)
menolong anda
2.
help me to help you /
bantulah saya agar (dapat) menolong anda
3.
help me to help you
helping yourself / bantulah saya agar saya bisa menolong anda untuk menolong
diri anda sendiri
Help you
Konsep ini merupakan konsep umum dalam menolong seseorang.
Tanpa tedeng aling-aling saya dapat saja membantu seseorang yang datang kepada
saya. Orang yang berkonsep seperti ini tidak memerlukan penjelasan atau alasan
mengapa harus menolong. Begitu diminta langsung siap membantu. Bahwa ternyata
bantuan tersebut dapat berakibat negatif terhadap kedua belah pihak bukanlah
merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. Solidaritas, rasa cinta yang
mendalam, hutang budi, dan lain sebagainya dapat saja menjadi latar belakang
kenapa yang bersangkutan langsung membantu ketika diminta. Apabila di kemudian
hari ternyata muncul masalah baru maka itu merupakan persoalan kemudian, yang
bukan merupakan pertimbangan saat ini.
Help me to help you
Konsep ini boleh dibilang cukup penuh pertimbangan. Untuk
bisa memberikan bantuan, saya harus memahami dulu mengapa yang bersangkutan
memerlukan bantuan saya. Apabila saya telah memahami persoalannya, dan jika
saya merasa bahwa orang tersebut perlu dibantu maka saya tidak akan ragu untuk
menolong. Dalam tahapan pertimbangan inilah proses penilaian terhadap apa yang
harus dilakukan dan yang bisa dibagikan telah dilakukan. Rasa-rasanya,
orang-orang yang baik dan tulus hatinya akan bersetuju dengan saya apabila saya
mengatakan bahwa ‘memahami’ duduk persoalan sebenarnya telah menyebabkan
bantuan yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan.Yang menjadi persoalan ialah bahwa apakah bantuan atau pertolongan yang
kita berikan telah tepat sasaran? Bagaimanakah apabila ternyata permohonan ini
berulang terus sementara sebenarnya yang meminta pertolongan kita masih dapat
didorong untuk berdiri sendiri?
Help me to help you
helping yourself
Pertanyaan-pertanyaan di bagian terakhir konsep kedua di
atas itulah yang menyebabkan perlunya kita menyadari bahwa ‘sebuah langkah baru
harus diambil untuk mencegah gejala ‘gagal mandiri’ tersebut berlanjut.
“Membantu yang membangun” benar-benar merupakan dasar dari konsep ketiga ini.
Memahami masalah yang sedang dihadapi sang pemohon pertolongan, kemudian
membantu yang bersangkutan agar kebutuhan jangka pendeknya terpenuhi, harus
dibarengi dengan upaya penanganan masalah jangka panjangnya yang adalah
kemandirian. Di sinilah rupanya memberikan ikan bukan merupakan tindakan bijak.
Walaupun yang bersangkutan meminta ikan, namun kita yang telah memahami
persoalan tersebut melihat bahwa di kemudian hari rasa lapar tersebut akan
tetap ada maka kita harus bisa berupaya memberikan kailnya.
Seringkali terjadi orang yang meminta pertolongan adalah
orang yang merasa bahwa dia tidak mampu mengatasi persoalannya sendiri. Memohon
pertolongan dipandang perlu ketika tercipta ketidakberdayaan. Namun yang harus
disadari, yang dimintakan adalah bantuan, pertolongan, dan bukannya
‘pendukunan’ atau penyulapan. Dalam situasi terjepit adalah wajar apabila lepas
dari penderitaan merupakan fokus diri. Seringkali fokus tersebut mengaburkan
diri seseorang terhadap kenyataan bahwa yang bersangkutan memiliki bakat dan
keunggulan tersendiri. Saat kita terus menerus siap sedia kapanpun dan di
manapun maka, sebagai penolong yang tidak sedang terjepit, kita harus mampu
memaknai pertolongan tersebut.
Sekali lagi, ketergantungan adalah wajar apabila yang
meminta pertolongan memang memiliki (maaf) keterbatasan fisik, psikologis, atau
situasional permanen. Namun seperti kasus teman saya di atas, sahabatnya bukan
tergolong dalam kelompok ini. Apabila ini yang dihadapi maka terus mengatakan
‘ya’ akan menimbulkan persoalan.
Memaknai arti kata dapat membantu kita di dalam mengambil
tindakan. Sediakanlah waktu bagi diri anda yang sangat tulus dan baik hati
untuk mengartikan berbagai macam aspek kebahasaan. Sehingga nantinya praktek
atau tindakan yang diambil benar-benar menjadi cerminan pertimbangan yang
membangun sesama. Bukankan bahasa adalah alat untuk mewujudkan pemikiran dan
penilaian kita terhadap persoalan kita maupun sesama? Let Wisdom Guide.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar