Alam semesta yang Matematis
Pengamatan terhadap alam semesta adalah suatu hal dan menjelaskan alam adalah hal lain. Salah satu komponen kunci dari penjelasan yang diberikan oleh para ilmuan tentang alam di abad ke 18 adalah matematika. Bahkan Galileo berfikir bahwa seluruh alam semesta ini diciptakan dengan bahasa matematika. Tentu saja gagasan ini bukan hal baru . Phytagoras telah mengatakan bahwa segala sesuatu dapat dijelaskan dengan menggunakan matematika. Newton bahkan yang menulis buku yang berjudul Philosophi Naturalis Principia Mathematica, yakni suatu upaya untuk memahami cara kerja alam yang didasarkan pada prinsip matematika.
Pada abad 17 dan 18 perkembangan sains sangat didasarkan pada perkembangan di dalam matematika. filsuf besar jaman itu, Descrates berusaha menemukan suatu dasar bagi pengetahuan yang tidak diragukan lagi dan ia sendiri seorang matematikawan, ilmuan, sekaligus seorang filsuf. Akan tetapi tidak semua ilmuan memberikan porsi penting pada matematika. Beberapa diantaranya termasuk Francis Bacon, berpendapat walaupun matematika adalah instrument yang berguna di dalam pengetahuan tetapi bukti eksperimental jauh lebih penting sebagai titik tolak dari pengetahuan. Hal ini tentunya bertentangan dengan cara mateamtikawan yang cenderung untuk menggeneralisasikan proporsi yang ada.
Lepas daripada itu kita perlu untuk mengetahui hakekat dari matematika dan proses abstraksi yang ada didalam nya. Didalam proses abstraksi yang ada didalamnya . Didalam proses penelitian mereka , orang-orang seperti Galileo, Descartes, Huygen dan Newton merumuskan sebuah formula matematis. Dengan kata lain mereka hendak merumuskan sebuah pola mateamtis untuk menjelaskan fenomena fenomena alam . Pengandaian dasar banyak ilmuan dan filsuf pada masa itu adalah bahwa rumusan – rumusan matematis memiliki keterkaitan langsung dengan hakikat alam semesta sehingga yang pertama selalu dapat dijelaskan dengan kedua. Akan tetapi ada pengandaian yang lebih dasar dari ini yakni bahwa alam semesta adalah tatanan yang teratur dan dapat diprediksi. Hal ini yang dianggap sebagai kemenangan rasio dan metode eksperimental para ilmuan atas mitos dan dogma religius yang mendominasi pada masa sebelumnya. Rasio dalam bentuknya yang paling murni yang dapat dilihat pada logika matematika , dianggap sebagai hukum alam yang memadai dan komprehensif. Dengan keakuratan yang bersifat murni matematis, hukum alam tersebut akan menentukan gerak seluruh fenomena yang ada di alam semesta.
Konsekuensinya apa yang dirumuskan didalam ilmu pengetahuan bukanlah apa yang dialami langsung oelh seorang ilmuan seperti sensasi, keindahan ataupun suara dari fenomena yang dia telitinya, tetapi formula abstrak., dimana fenomena tersebut dapat mengerti dan diprediksi kemudian. Fenomena objek dengan demikian direduksi atau dipersempit menjadi komponen matematis. Memang pada akhir abad ke 17 ilmu pengetahuan memiliki pengandaian dasar bahwa hakikat alam semesta bersifat tetap netral tidak berwarna, dapat diprediksi dan dianalisis dan diukur dengan prinsip matematis. Locke , seperti sudah disinggung sebelumnya sangat menkeankan kualitas primer dari suatu objek daripada kualitas sekundernya. Kualitas primer itulah yang menjadi objek analisis sains. Sementara kualitas sdekundernya lebih berkaitan dengan seni dan agama.
SUMBER : Wattimena, Reza. 2008. Filsafat dan Sains. Jakarta: PT. Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar