Senin, 19 Desember 2016

Filsafat tentang Jiwa

Filsafat tentang Jiwa

Menurut Al-Kindi, jiwa itu sederhana tidak tersusun atau basithah, mulia, sempurna dan penting. Sebtansinya (jauhar) berasal dari subtansi Tuhan, seperti cahaya berasal dari matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri dan lain dari badan. Sebagai bukti ini Al-Kindi mengemukakan bahwa kenyataan jiwa menentang keinginan nafsu yang berorientasi kepentingan badan. Marah mendorong manusia untuk berbuat sesuatu, maka jiwa akan melarang dan mengontrolnya, seperti penunggang kuda yang hendak menerjang terjang. Jika nafsu syahwat muncul kepermukaan, maka jika berpikir bahwa ajakan syahwat itu salah dan membawa pada keerendahan, pada saat itu jiwa akan menentang dan melarangnya. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa itu lain dari nafsu yang dimiliki badan.
Selanjutnya, menurut Al-Kindi bahwa jiwa manusia itu memmpunyai tiga daya, yaitu daya berpikir (al-quwwah al-„aqliyah), daya marah (al-quwwah al-ghadhabiyah), dan daya syahwat (al-quwwah al-syahwaniyah). Daya berpikir itu disebut akal. Akal terdiri dati tiga tingkat :
Akal yang masih bersifat potensial (al-quwwah);
Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi akatual (Al-Fi‟I);
Dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas (al-„ql al-tsany), akal kedua.
Akal yang bersifat potensial tidak akan menjadi actual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar, yang mempunyai wujud tersendiri di luar jiwa manusia. Akal tersebut adalah akal yang selamanya aktualis (al-„aql al-ladzi bi al-fi‟I abadan), dan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Ia merupakan Akal Pertama
Ia selamanya dalam aktualitas
 Ia merupakan species dan genus
Ia membuat akal potensial menjadi aktual berpikir.
Ia tidak sama dengan akal potensial tetapi lain dari padanya.

Menurut Al-Kindi, jiwa itu kekal dan tidak hancur bersama hancurnya badan. Jiwa tidak hancur karena subtansinya dari Tuhan. Ketika jiwa berada dalam badan, ia tidak mendapatkan kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Baru setelah ia berpisah dari badan, ia akan memperoleh kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah berpisah dengan badan, jiwa pergi ke Alam Kebenaran atau Alam Akal (al-„alam a- haq, al-„alam al-aql) didalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Tempat inilah kebahagiaan abadi yang akan dirasakan oleh jiwa yang suci.
Jiwa yang tidak suci, setelah berpisah dari badan, ia tidak akan langsung masuk ke Alam kekal, tetapi ia akan mengembara untuk jangka waktu tertentu untuk membersihkan diri. Mula-mula jiwa bermukim di Bulan, kemudian di Mercury dan terus ke Falak yang lebih tinggi lagi guna pembersihannya setahap demi setahap. Setelah jiwa benar-benar bersih, jiwa itu baru memasuki Alam Kebenaran atau Alam Kekal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar