Senin, 26 Desember 2016

Filsafat Pertengahan

FILSAFAT PERTENGAHAN (100 1600 SM)
Ini adalah zaman dimana filsafat berfungsi sebagai alat untuk pembenaran atau justifikasi ajaran agama (the philosophy as a handmaiden of theology). Di dunia Barat Agama Katholik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, Manusia Dan Dunia serta Etikanya; untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka mempergunakan filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan dan sifat Tuhan.

Setelah tahun 1200 filsafat berkembang kembali berkat pengaruh Filsafat Arab yang diteruskan ke eropa melalui Spayol. Sejauh filsafat yang dianggap bertentangan dengan ajaran Agama, ditolak. Banyak buku-buku filsafat di zaman Yunani Kuno ditemukan kembali dizaman ini namun banyak yang diberenguskan karena dinilai pemikiran kaum kafir. Kebebasan berpikir dipangkas oleh karenanya zaman ini sering dinamakan Abad Kegelapan Filsafat (dark ages).
FILSAFAT MODERN (1600 – 1900)

Filsafat modern berawal pada paruh kedua Abad ke-16 Masehi, setelah terlebih dahulu dimulai oleh gerakan Renaissance dan Humanisme di Eropa Barat (Pertengahan tahun 1300-an hingga 1600). Menurut gerakan ini manusia pada prinsipnya merupakan pusat dari alam semesta. Kritisnya penentangan tradisi, analisis psikologi dipentingkan, Bahasa Latin ditinggalkan sebagai Bahasa Ilmiah yang diganti Bahasa-bahasa modern. Watak-watak persoalan dan nasional lebih tampil ke muka, cara-cara kebebasan menjadi anarchi. Ilmu alam dan ilmu pasti berkembang pesat.

Doktin terkenal Phitagoras bahwa “alam semesta tertulis secara matematis”, menjadi asumsi yang berkembang pesat dilingkungan para ilmuwan dan filsuf (pada masa itu sulit membedakan antara ilmuwan dan filsuf) sampai abad ke-18 pun apa yang dinamakan ilmu pengetahuan sering disebut sebagai “filsafat alam.”

Dalam bidang filsafat muncul kecenderungan untuk menggali akar-akar pengetahuan (epistemology). Berkembangnya ilmu-ilmu alam (filsafat alam) mendorong para filsuf untuk mempertanyakan tentang apakah sebetulnya pengetahuan itu? Darimanakah sebenetulnya sumber pengetahuan itu? Apakah pengetahuan berasal dari pengalaman atau dari rasio manusia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memunculkan aliran-aliran rasionalisme dan empirisme.

Perkembangnya ilmu-ilmu alampun mendorong para filsuf bertanya tentang hakikat manusia. Apakah manusia itu merupakan materi (alam fisik) atau berupa jiwa? Apakah proses kimiawi dan gerak mekanis yang terjadi pada alam juga terjadi dalam diri manusia? Atau manusia adalah pengecualian, sehingga tidak bisa dikenali proses kimiawi dan mekanis seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan bermacam-macam jawaban.
Para filsuf pada zaman ini diantaranya
Francis Bacon (1561 – 1626); Thomas Hobbes (1588 – 1679); Rene Descartes (1596 – 1650); Spinoza (1632 – 1677); John Locke (1632 – 1704); Leibniz (1646 –1716); Berkeley (1685 – 1753); Hume (1711 – 1776); Kant (1724 -1804); Fichte (1762 – 1814); Hegel (1770 – 1831); Bentham (1748 – 1832); Schopenhauer (1788 – 1860); Comte (1798 – 1857); John Stuart Mill (1806 – 1873); Kierkegaard (1813 – 1855); Marx (1818 – 1883); Engels (1820 – 1898); Nietzsche (1844 – 1900); James (1842 – 1910).
FILSAFAT KONTEMPORER (1900 – desawa ini)
Filsafat kontemporer berawal pada abad ke-20 ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat kaya dan beragam. Mulai dari analisis Bahasa, kebudayaan (diantaranya postmodernisme); kritik sosial; metodologi (fenomenologi; heremeutika; strukturalisme); filsafat hidup (eksistensialisme); filsafat ilmu hingga pada filsafat tentang perempuan (feminism). (Abidin, Z, 2012: 123)

Tema-tema filsafat yang banyak diketengahkan oleh para filsuf dari periode ini antara lain; tentang manusia dan Bahasa manusia; ilmu pengetahuan; kesetaraan gender; kuasa dan struktur yang mengungkung hidup manusia; serta isu-isu actual yang berkaitan dengan budaya, sosial, politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu pengetahuan, dan hak asasi manusia. Profesionalisasi disiplin filsafatpun kian tampak dari munculnya jurnal-jurnal terkemuka dalam bidang filsafat.
Para filsuf pada zaman ini diantaranya
Wilhelm Dilthey (1833 – 1911); Edmund Husserl (1859 – 1938); Henri Bergson (1859 – 1941); Ernst Cassirer (1874 – 1945); Bertrand Russell (1872 – 1970); Ludwig Wittgenstein (1889 – 1951); Thomas Kuhn (1922 – 1996); Martin Heidegger (1889 – 1976); Jean Paul Sartre (1905 – 1980); Karl Popper (1902 – 1994).Dan lain lain.

Sebagaimana peradaban Timur dan Barat memiliki sejarahnya tersendiri untuk bangkit dan berkembang akan tetapi suatu peradaban tidak mungkin ada dan berkembang tanpa bersentuhan dengan peredaban lain dan saling meminjam. Proses peminjaman tersebut hanya bisa terjadi jika masing-masing peradaban memiliki mekanismenya sendiri sendiri. Mekanisme-mekanisme tersebut sangat erat kaitannya dengan sesuatu yang disebut dengan kebudayaan, dan kebudayaan ini akan meruncing pada keberbedaan manakala mereka berpegang pada ilmu sebagai akar kebudayaan. Artinya sebuah kebudayaan dan peradaban akan lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan konsep keilmuan di dalamnya. Hal ini karena factor keilmuan yang melahirkan aktivitas sosial, politik, ekonomi, dan aktivitas kultural lainnya, dengan kata lain kerja-kerja intelektual dan keilmuan anggota masyarakatlah yang melahirkan kebudayaan. Ini berimplikasi bahwa di atas konsep-konsep keilmuan terdapat sistem dan supersistem yang disebut dengan word view (pandangan hidup atau pandangan alam).
Reference
Abidin, Z. (2011) “ pengantar filsafat barat”. Jakarta. PT. RajaGrafindo persada.
Bahm Archie, J. (1953) philosophy an Introduction. John wiley and Sons inc., New York.
Beerling, R.F (1961) “filsafat dewasa ini” Jakarta. Balai Pustaka
Hamdi, M (2012) “pengantar filsafat ilmu”. Bandung. UPI SPs Press
Hamdi, M (2016) “ filsafat sebuah pengantar” Naskah buku dalam proses penerbitan.
Salam, B (2012) pengantar filsafat. Jakarta. PT. Bumi Aksara

http://hamdimuhamad.blogspot.co.id/2016/03/pertemuan-xi-filsafat-barat-dan-timur.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar