Selasa, 06 Desember 2016

Beberapa cabang umum filsafat, Etika

Beberapa cabang umum filsafat, Etika
Etika atau disebut filsafat praktis. Walaupun argumentasi yang dijabarkan tampak abstrak tetatpi isu yang dibicarakan sangatlah dekat dengan kehidupan kita, terutama karena refleksinya berkaitan dengan tindakan yang memiliki orientasi praktis. Salah satu pembeda pertama – tama harus dibuat adalah pembeda antara tindakan antara level personal di satu sisi dan tindakan di level public di sisi lain. Dan seperti pembedaan konseptual lainnya di dalam filsafat, pembeda ini pun tidak tegas dan jelas begitu saja tanpa penjelasan.
Seringkali pembedaan konseptual berfungsi untuk mempermudah penalaran sehingga apa yang ingin disampaikan dapat sangat sunggu dimengerti secara jelas. Akan tetapi pembedaan tersebut terutama di dalam realitas sehari hari seringkali melebur dan tidak tampak.
Di dalam realitas, tindakan personal seringkali memiliki dampak yang bersifat public. Tindakan public pun dilakukan oleh seorang individu yang memiliki dorongan personal.
Jadi filsafat moral lebih berkaitan dengan tindakan personal daripada tindakan public. Sementara itu, tindakan yang bersifat public lebih berkaitan dengan filsafat politik.
Tentu saja kita dapat membedakan tindakan mana yang bermoral, dan tindakan mana yang tidak. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa kriteria untuk membedakan kedua tindakan itu sudah selalu jelas dan pasti. Beberapa filsuf berpendapat bahwa kriteria yang jelas dan pasti. Beberapa filsuf bahkan berpendapat bahwa kriteria yang jelas dan terpilah semacam itu tidak lah ada karen amoralitas seringkali bersifat subjektif. Refleksi tentang sifat subjektif dari moral ini pun juga ada beberapa versi. Seringkali pertimbangan – pertimbangan moral yang diambil oleh seseorang dilawankan dengan pertimbangan moral yang diambil oleh seseorangg dilawankan dengan pertimbangan egois yang dianggap bukanlah suatu pertimbangan moral. Akan tetapi saya sendiri berpendapat bahwakita tidak pernah bisa lepas dari kepentingan diri di dalam semua tindakan kita, termasuk di dalam tindakan moral. Akan tetapi saya sendiri berpendapat bahwa kita tidak bisa pernah lepas dari kepentingan diri kita termsuk moral . Memang ada perbedaan tegas antara kepentingan antara egoism diri dan kepentingan. Yang jelas , jika bertindak dengan kepentingan diri dianggap bukan sebagai tindakan moral dan manusia tidak mampu lepas dari kepentingan dirinya maka moralitas pada dirinya sendiri pun tak relevan.
Satu satunya cara adalah moralitas harus memberikanruang bagi kepentingan diri. Pertanyaan berikutnya adalah mampukah kita merumuskan suatu moralitas yang menampung kepentingan diri manusia, sekaligus menolak egoisme?
Memang di dalam hiup kita sehari – hari kita begitu mudah mengatakan bahwa suatu tindakan itu baik dan tindakan lainnya tidaklah baik. Akan tetapi di dalam filsafat moral atau etika, definisi konsep baik pun menajdi makin problematis, sehingga kita tidak bisa lagi dengan mudah begitu saja menyebut suatu tindakan sebagai baik dan tindakan lainnya tidak. Dengan kata lain, kita tidak bisa secara mudah mengetahui arti objektif dari kata baik. Dari permasalahan inilah nanti muncul suatu permasalahan epistemologis yang mendasar yakni apakah kita dapat meanrik dimensi normative tenatang sesuatu dari dimensi deskriptifnya? Dapatkah kita menarik nilai – nilai tertentu dari fakta yang ada? Dapatkah kita menarik apa seharusnya dari apa adanya? di dalam filsafat moral, semua argument untuk menejlaskan suatu tindakan sebagai bermoral atau tidak haruslah relasional. Tentu saja dengan berkata seperti bermoral atau tidak haruslah rasioanal. Tentu saja dengan berkata seprti ini masalahnya tidak akan selesai .Serta sejauh mana rasionalitas dapat menjadi pondasi kuat bagi moralitas juga direfleksikan lebih jauh.
Teori semacam ini disebut juga sebagai utilitariansme. aargumen dsar teori ini bersebrangan dengan teori etika Kantian yang sangat menekankan kewajiban dna rasionalitas dan bukan pada kebahagiaan. Problem yang harus kita hadapi adalah manakah dari antara dua teori etika ini yang lebih memadai untuk dipakai sabagi panduan untuk hidup bermoral? Ada teori etika ketiga yakni yang banyak dikenal sebagai etika keutamaan. Inti dari teori ini adalah bagaimana menjadi orang ornag yang sungguh – sungguh memiliki keutamaan dan bukan dalam proses penentuan manakah tindakan yang lebih benar dan bermoral dari tindakan lainnya. Dengan kata lain etika keutamaan lebih mau merumuskan karakter karakter positif macam apakah yang harus dikembangkan oleh seorang individu.
SUMBER : Wattimena, Reza. 2008. Filsafat dan Sains. Jakarta: PT. Grasindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar