Selasa, 06 Desember 2016

Daya Tarik Filsafat

Daya Tarik Filsafat

Sering kali orang bertanya kepada saya , “ untuk apa orang berfilsafat?” Akan tetapi pertanyaan ini kuranglah tepat untuk diajukan walaupun Anda tidak memiliki minat untuk belajar filsafat. Beberapa masalah pokok dalam kehidupan sehari-hari langsung menarik perhatian Anda untuk berfilsafat. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari setiap orang pasti memiliki pengandaian filosofis tertentu entah disadari atau tidak. Pengandaian tersebut diuji ketika ia harus memutuskan beberapa hal yang bukan melulu berkaitan dengan fakta empiris, melainkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan filosofis.
Dengan demikian, pernyataan dasar bukanlah untuk apa orang berfilsafat,  tetapi bagaimana orang harus berfilsafat secara memadai. Salah satu hal yang membuat filsafat menarik adalah kemampuannya untuk membuat orang menjadi lebih sensitive pada hal yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan.
Anda sudah punya anak, Anda mengajarkan anak Anda untuk tidak berakohol dan tidak menghisap ganja. Akan tetapi bila akhir pecan tiba dan Anda sedang berkumpul bersama teman-teman Anda, Anda menyediakan minuman keras dan menghisap ganja bersama teman-teman Anda di rumah tanpa mempedulikan perasaan anak Anda.
Kita hidup dalam negara yang memiliki kesadaran bahwa setiap orang setara didepan hukum. Semua orang setuju dengan prinsip ini. Akan tetapi dalam realitas nya, hanya orang kayalah yang memperoleh pendamping hukum yang memadai. Sebaliknya orang yang tidak punya cenderung untuk ditindas dan diperlakukan tidak adil.
Problem filsafat bukanlah problem yang abstrak dan mengawang, tetapi juga problem yang tumbuh dari pengalaman sehari-hari yang remeh temeh, namun dirasa ada yang keliru dan membutuhkan telaah lebih jauh. “Rangsangan untuk mulai berfilsafat”, demikian ditulis Woodhouse, “Seringkali muncul ketika orang berhafadapan dengan sebuah pernyataan yang dirasanya keliru.”
Misalnya kita tetntu akan tersesak dengan pernyataan, apakah seseorang koruptor harus mepertanggungjawabkan perbuatannya? Jika ya, mengapa? Ketika Pak Harto dibebaskandari tuntutan hukum apapun kita patuutt bertanya mengapa dia tidak bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya? Ketika berhadapan dengan permasalahan ini dan mulai memikirkannya lebih jauh, kita terlibat dalam suatu problematika filsafat.
Orang –orang yang secara tidak sistematis mempelajari filsafat juga seringkali tertarik dengan beberapa problem mendasar didalam filsafat, Seperti apakah Tuhan itu ada? Apakah tujuan hidup manusia?Akah yang ku harus lakukan agar hidup menjadi lebih baik? Ada beragam jawaban yang bisa diberikan dan didalam filsafat kesemua jawaban yang diberikan haruslah didasarkan pada penalaran rasional.
Sama halnya dnegan para ilmuan ataupun profesional di bidang-bidang, para filsuf juga seringkali menulis dengan bahasa yang teknis. Tulisan tersebut ditujuakn untuk mengkritik para filsuf lainnya atau mengkritik suatu teori yang telah digunakan untuk menganalisis problematika filosofis lainnya. Akan tetapi dibalik pembahasan yang rumit sebenarnya para filsu berbicara dengan hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari seperti moralitas, sains, seni, agama, maupun masyarakat. Dengan kata lain par filsuf tidak membuat refleksinya dari kekosongan, melainkan langsung dari realitas yang mereka tatap dan hadapi sehari hari namun dengan sudut pandang yang berbeda.
Woodhouse memberikan sebelas contoh bagaimana para profesional dibidang lainnya dapat juga masuk kedalam problematika filofis dan kemudian berfilsafat.
Contoh :
Misalnya seorang psikolog yang sangat meyakini bahwa tindakan manusia itu melulu ditentukan oleh lingkungannya akan bertanya apakah manusia itu bebas?
Seorang pejabat didalam lembaga sensor film akan bertanya sejauh manakah suatu karya seni itu –dalam hal ini film- dapat dikatakan sebagai seni dan bukan sebagai pornografi?
Seorang pejabat public yang hendak membuat suatu kebijakan untuk kepentingan bersama akan bertanya tentang bagaimana saya akan dapt membuat suatu kebijakan yang tidak diskriminatif sekaligus efektif untuk pemberdayaan? Manusia macam apakah yang harus diperdayakan disini? Apa konsep dasar dari sikap yang tidak diskriminatif?
Tentu saja masih banyak contoh lainnya . Yang ingin saya tekankah adlah bahwa setiap orang dalam apapun pekerjaannya maupun disipliny yang ia tekuni pasti akan berhadapan dengan persoalan filsafat , walalaupun ia tidak menginginkannya. Setiap orang sudah selalu terlibat dalam persoalan mendasar tentanh kehidupan, manusia, Tuhan dan masyarakat. Alangkah baik mengkaji semua tersebut secara jernih dan sistematis . Yang terakhir inilah yang menjadi fokus filsafat sekaligus daya tariknya. 

SUMBER : Wattimena, Reza. 2008. Filsafat dan Sains. Jakarta: PT. Grasindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar