Rabu, 28 Desember 2016

Keseimbangan Akal dan Hati

Keseimbangan Akal dan Hati
Dua hal yang berbeda. Akal dan Perasaan. Akal memilki ranah tersendiri begitu juga dengan perasaan yang dekat dengan hati, keyakinan. Masing-masing memilki alat ukur sendiri untuk mengukur sesuatu. Masing-masing memilki standard yang berbeda untuk satuan dan dimensinya untuk menilai sesuatu. Masing-masing tidak bisa dibohongi.

Banyak orang berkata bahwa barang siapa menginginkan kesuksesan maka gunakanlah hati dan pikiran secara seimbang. Dalam bersikap, bertutur kata, dan dalam mengambil keputusan hendaknya meminta pertimbangan dari akal maupun hati. Dengan pertimbangan akal maka keputusan tersebut juga tidak akan melanggar kebenaran akal, minimal akal kita sendiri. Dengan menggunakan hati, keputusan tersebut tidak akan bertentangan dengan hati seseorang, minimal hati kita sendiri. Mengapa hal ini harus dilakukan? Masing masing akal dan hati secara umum mengetahui suatu kebenaran umum yang diakui bersama. Barangsiapa yang melanggar ketentuan akal dan hati maka ia adalah orang yang menentang akal atau hati.

Pada zaman Aufklarung ( pencerahan ) di abad ke 18 seorang anak manusia bernama Immanuel Kant berpendapat tentang zaman pencerahan adalah zaman dimana manusia keluar dari keadaan tidak akil balik. Manusia telah berani untuk berfikir sendiri. Semula Kant dipengaruhi oleh rasionalisme Leibniz dan Woltf kemudian ia pun dipengaruhi empirisme Hume, selain juga nampak pula pengaruh Rousseou.
Keseimbangan akal dan hati ini telah dicetuskan oleh Kant. Tujuan utama dari filsafat kritis Kant adalah untuk menunjukkan, bahwa manusia bisa memahami realitas alam (natural) dan moral dengan menggunakan akal budinya. Pengetahuan tentang alam dan moralitas itu berpijak pada hukum-hukum yang bersifat apriori, yakni hukum-hukum yang sudah ada sebelum pengalaman inderawi. Pengetahuan teoritis tentang alam berasal dari hukum-hukum apriori yang digabungkan dengan hukum-hukum alam obyektif. Sementara pengetahuan moral diperoleh dari hukum moral yang sudah tertanam di dalam hati nurani manusia.

Kant menentang empirisme dan rasionalisme. Empirisme adalah paham yang berpendapat, bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman inderawi, dan bukan akal budi semata. Sementara rasionalisme berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan adalah akal budi yang bersifat apriori, dan bukan pengalaman inderawi. Bagi Kant kedua pandangan tersebut Kant juga berpendapat bahwa moralitas memiliki dasar pengetahuan yang berbeda dengan ilmu pengetahuan (science). Oleh karena itu ia kemudian menulis Groundwork of the Metaphysics of Morals pada 1785, dan Critique of Practical Reason pada 1788. Pada 1790 Kant menulis Critiqe of the Power of Judgment. Di dalamnya ia menyentuh bidang estetika.

Di dalam bagian pengantar dari Kritik atas Rasio Murni, Kant menyatakan bahwa “walaupun metafisika banyak dimaksudkan sebagai ratu dari ilmu-ilmu, tetapi rasionalitas metafisis kini dihadapkan pada sebuah pengadilan. Sekali lagi, “kita harus menelusuri kembali langkah-langkah yang telah kita rumuskan. Perdebatan di dalam refleksi metafisika telah membuat metafisika itu sendiri menjadi semacam medan pertempuran, di mana setiap pihak yang berperang tidak berhasil mendapatkan satu inci pun dari ‘teritori’ yang ada. Konsekuensinya metafisika kini ‘terombang ambing’ di antara dogmatisme dan skeptisisme. Metafisika telah menjadi pemikiran spekulatif yang meraba-raba secara acak. haruslah dikombinasikan dalam satu bentuk sintesis filosofis yang sistematis.
Immanuel Kant berpikir lain. Pada Kant metafisika dipahami sebagai suatu ilmu tentang batas-batas rasionalitas manusia. Metafisika tidak lagi hendak menyibak dan mengupas prinsip mendasar segala yang ada tetapi metafisika hendak pertama-tama menyelidiki manusia (human faculties) sebagai subjek pengetahuan.

Disiplin metafisika selama ini yang mengandaikan adanya korespondensi pikiran dan realitas hingga menafikkan keterbatasan realitas manusia pada akhirnya direvolusi total oleh Kant. Dalam diri manusia, menurut Kant, ada fakultas yang berperan dalam menghasilkan pengetahuan yaitu sensibilitas yang berperan dalam menerima berbagai kesan inderawai yang tertata dalam ruang dan waktu dan understanding yang memiliki kategori-kategori yang mengatur dan menyatukan kesan-kesan inderawi menjadi pengetahuan.

Tulisan Kant yang paling awal cenderung pada metafisika rasionalistik.
Kaum rasionalis percaya bahwa dasar dari seluruh pengetahuan manusia ada di dalam pikiran. Sedangkan kaum empiris percaya seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari pencerahan indrawi.

Kant beranggapan bahwa kedua pandangan itu sama sama benar separuh, tapi juga sama sama salah separuh. Jadi baik indrawi maupun Akal sama sama memainkan peranan dalam konsepsi kita mengenai dunia.
Dengan adanya keseimbangan antara akal dan hati inilah sebenarnya menerangkan tentang moral. Moral adalah penunjang keberhasilan seseorang. Nabi Muhammad sebagai tokoh dunia yang diakaui oleh orang baratpun pernah mengatakan. “Jika engkau ingin berhasil maka akhlak adalah kuncinya”.
Selanjutnya filsafat Kant ini disebut sebagai filsafat transendental (transcendental Philosophy). Filsafat transendental adalah filsafat yang berurusan bukan untuk mengetahui objek pengalaman melainkan bagaimana subjek (manusia) bisa mengalami dan mengetahui sesuatu. Filsafat transendental itu tidak memusatkan diri dengan urusan mengetahui dan mengumpulkan realitas kongkrit seperti misalnya pengetahuan tentang anatomi tubuh binatang, geografis, dll, melainkan berurusan dengan mengetahui hukum-hukum yang mengatur pengalaman dan pemikiran manusia tentang anatomi tubuh binatang, dll. Hukum-hukum itu oleh Kant disebut hukum apriori (hukum yang dikonstruksi akal budi manusia) dan bukan hukum yang berdasarkan pengetahuan inderawi (aposteriori).

Dengan demikian metafisika gnoseologi Kant ini merupakan sebuah upaya untuk mereduksi realitas kongkrit (inderawi) pada realitas di dalam akal budi. Bahwa akal budi manusia mempunyai struktur-struktur pengetahuan mengenai segala apa yang ada.
Dalam pandangan Kant, objek itu nampak hanya dalam kategori subjek, jadi tidak ada cara lain kecuali mengetahuinya dengan struktur kategori akal budi manusia. Sebenarnya pemikiran Kant ini berangkat dari pemahamanya tentang hakikat realitas atau neumena itu tidak pernah diketahui , yang kita ketahui itu gejalahnya. Sejauh objek itu saya lihat lantas segala yang dilihat itu masuk dalam akal budi menjadi pengetahuan.
http://philosophia-gun.blogspot.co.id/2010/01/keseimbangan-akal-dan-hati.html?m=1

DAFTAR PUSTAKA

1. Hatta, Mohammad. 1986. Alam Pikiran Yunani. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.
2. http://cobra_go.blog.plasa.com/2008/06/22/immanuel-kant/ (13-1-2009)
3. http://macheda.blog.uns.ac.id/2009/11/14/pemikiran-immanuel-kant/ (13-1-2009)
4. Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar